Kanjeng Sultan Hadiwijaya / Sultan Hadiwijoyo (Mas Karebet) a. a. ~ 1582 - Taolenn an diskennidi

Ur pennad tennet eus Rodovid BR, ar c'helc'hgeriadur digor.

Den:26353
Jump to: navigation, search
Ezhomm en deus hor servijer eus kalz loazioù evit diskwel gwezennoù bras. Setu perak ne c'hall gwelout an arvererien dizanv nemet 7 remziad diagentidi ha 7 remziad diskennidi en ur wezenn. Ma vennit gwelout ul lignez a-bezh hep enskrivadur, ouzhpennit an testenn ?showfulltree=yes e dibenn chomlec'h URL ar bajenn-mañ. Mar plij, ne lakait e neblec'h all ebet ul liamm eeun ouzh ur wezenn a-bezh.
11/1 <?+?> Kanjeng Sultan Hadiwijaya / Sultan Hadiwijoyo (Mas Karebet) [Pajang]
Joko Tingkir bukanlah nama lahir melainkan gelar atau sebutan yang diberikan ketika Muhammad Hadi masih berusia muda. Menurut banyak pendapat, kata "Joko" atau "Jaka" dalam bahasa Jawa berarti "pemuda" dan kata "Tingkir" berasal dari nama daerah Tingkir. Dengan demikian nama "Joko Tingkir" bukanlah nama lahir, melainkan sebuah gelar atau sebutan yang diberikan untuk mewakili sosoknya. Beliau (Muhammad Hadi) memiliki banyak sekali gelar yang mayoritas berasal dari gelar yang diberikan kepada beliau oleh masyarakat sebagai bentuk-bentuk pengakuan, sehubungan dengan status beliau di dalam tatanan sosial kemasyarakatan sebagai seorang ulama, sultan, cendekiawan, saudagar, dan juga pejuang.

2

31/2 <1+2> Pangeran Aryo Benowo / Abdulhalim [Pajang]
titl: Sultan Pajang II
DIPUTUS ORANG TUANYA : 26353
62/2 <1> Kanjeng Pangeran Haryo Sindusono [Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 1 = Putera; Adalah trah urutan pertama/putera dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
53/2 <1+2> Pangeran Benawa / Sultan Prabuwijaya (AbdulHalim) [Sultan Hadiwijaya]
micher: 1582, Adipati Jipang Panolan
titl: 1586 - 1587, Pajang, Sultan Pajang II bergelar Sultan Prabuwijaya
marvidigezh: 1587, Pajang
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya.

Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram.

Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.

Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.

Kisah Hidup Pangeran Benawa Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.

Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang. Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.

Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.

Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.

Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.

Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.

Akhir Kesultanan PajangNaskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.

Sepeninggal Benawa, Kesultanan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.
24/2 <1+2> Ratu Pembayun [Sultan Hadiwijaya] 45/2 <1+2> Putri (no 13) [?]
76/2 <1+2> Ratu Mas Kumelut [Sultan Hadiwijaya] 87/2 <1+2> Ratu Mas Adipati [Surabaya] [Sultan Hadiwijaya]
98/2 <1+2> Ratu Mas Banten [Sultan Hadiwijaya]
109/2 <1+2> Ratu Mas Japara [Sultan Hadiwijaya]
1110/2 <1+2> Pangeran Sindusena / Kanjeng Pangeran Tumenggung Sindusena (Kanjeng Pangeran Haryo Sindusono) [Sultan Hadiwijaya]
1211/2 <1+2> Raden Arya Tambakbaya [Sultan Hadiwijaya]
1312/2 <1> Ki Bimotjili [Hadiwidjoyo]
1413/2 <1> Sumoningrat [?]

3

151/3 <5> Dyah Banowati / Kanjeng Ratu Mas Hadi [Pajang]
== Pangeran Benawa ==


Menurut tradisi Jawa, Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Prabuwijaya.


Taolenn

Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.

Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.

Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.


Kisah Hidup Pangeran Benawa

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.

Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.

Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.

Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.

Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.

Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.

Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.


Akhir Kerajaan Pajang

Naskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.

Sepeninggal Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.


Kepustakaan

Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
172/3 <13> Nyai Ageng Brondong [Ki Bimotjili]
ganedigezh: Sedayu - Lawas / Lamongan, Puteri Ki Bimotjili dari Djungpangkah (Ujungpangka) di Sedayu Lawas Surabaya.
eured: <8> Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran [Brawijaya V] a. a. 1638
183/3 <6+11!> R Harya Tambakbaya [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 2 = Cucu; Adalah trah urutan ke 2 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
204/3 <5> Pangeran Radin [Pajang]
ganedigezh: DIPUTUS AYAHNYA : 26361
265/3 <7+5> Pangeran Dalem [Ronggolawe]
micher: 1700 - 1707, Tuban, Adipati Tuban XVII
166/3 <4+?> Raden Karah [?]
197/3 <5> Dyah Banowati / Kanjeng Ratu Mas Hadi [Pajang]
Patrom:Mergewith

Taolenn

Pangeran Benawa

Menurut tradisi Jawa, Pangeran Benawa adalah raja Pajang ketiga dan memerintah tahun 1586-1587, bergelar Prabuwijaya.


Silsilah Pangeran Benawa

Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.

Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.

Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.


Kisah Hidup Pangeran Benawa

Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.

Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.

Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.

Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.

Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.

Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.

Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.


Akhir Kerajaan Pajang

Naskah-naskah babad memberitakan versi yang berlainan tentang akhir pemerintahan Pangeran Benawa. Ada yang menyebut Benawa meninggal dunia tahun 1587, ada pula yang menyebut Benawa turun takhta menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Pangeran Benawa menuju ke arah barat dan membangun sebuah pemerintahan yang sekarang bernama Pemalang. Konon beliau juga meninggal di Pemalang, di desa Penggarit.

Sepeninggal Benawa, Kerajaan Pajang berakhir pula, dan kemudian menjadi bawahan Mataram. Yang diangkat menjadi bupati di Pajang ialah Pangeran Gagak Baning adik Sutawijaya. Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.


Kepustakaan

Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
218/3 <9+6> Pangeran Mandura [Brawijaya]
229/3 <9+6> Penembahan Juru Mayem / Kyai Juru Kiting [Sunan Giri]
2310/3 <9+6> Adipati Jagabaya Banten [Juru Martani]
Mas Karebet / Sultan Hadiwijaya pada waktu masih balita telah ditinggal wafat ayah, dan tak lama kemudian ibunya wafat. Sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh Kiyai Ageng Tingkir, beliau adalah seperguruan dengan ayah Mas Karebet. Oleh karenya tempat tinggal berpindah dari Pengging ke Tingkir (letaknya dekat kota Slatiga), dan kebetulan Kiayi Ageng Tingkir tidak mempunyai keturunan.

Dalam riwayat Mas Karebet setelah dewasa mengabi ke Demak menjadi prajurit Tamtama, karena berparas tampan dan cerdik diambil menantu oleh Sang Prabu, dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka.

Menurunkan 7(tujuh) putera puteri, adalah:

1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;
2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;
3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;
4. Ratu Mas Banten, dinikahi Adipati Mondoroko/Ki Juru Martani, sebagai Patih dari Sinuhun Panembahan Senopati.
5. Ratu Mas Japara;
6. Adipati Benawa, nama gelar Sultan Hawijaya, di Pajang, dan
7. Pangeran Sindusena.

Ratu Mas Banten, menikah dengan Adipati Mondoroko Ki Jurumartani, menjabat Patih Paduka Sinuhun Panembahan Senapati ing Ngalaga, di Mataram, menurunkan putera puteri :

1. Adipati Jagabaya Banten, menurunkan putra :

   a. Adipati Senabaya Banten, menurunkan putra :
   b. Kanjeng Panembahan Bagus Banten, mwnurunkan putra :
   c. Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran, menurunkan putra :
   d. Raden Ajeng Temu, menikah dengan Adipati Sindurejo, menjabat Patih dari Hingkang Sinuhun
      Paku Buwana III di Surakarta, menurunkan putra :
   e. Kanjeng Bandara Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II di Surakarta, menurunkan putra :
   f. Raden Ayu Notokusumo (Raden Ajeng Sayati) menurunkan putra :
   g. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro III.


Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu 
    Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya, dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
2411/3 <3+5!> Pangeran Hadipati Benowo II [Pajang]
2512/3 <5> Pangeran Haryo Wiromenggolo [Kajoran]
2713/3 <12> Raden Harya Setrabaya [Hadiwijaya]
2814/3 <14> Sumonegoro [?]

4

351/4 <17+8> 5. Nyai Lurah nDalem Wiroguno [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: ?, Surabaya, Menurunkan Trah Demang Sutoyudo Peneleh - Suroboyo
eured: <9> Patih Wiroguno [Wiroguno]
Nyai Lurah Sutodjoyo menurunkan Trah Demang Sutodjoyo bertempat tinggal di Peneleh Surabaya Silsilah C.3menurunkan Trah Sutodjayan
362/4 <17+8> 4. Nyai Setro / Astro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Surabaya, Menurunkan Trah Botoputih Surabaya
383/4 <17+8> 3. Nyai Danoe Singopoero [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Menurunkan Trah Singopredaton
394/4 <17+8> 7. Nyai Wongsoito / Nyai Wongsosuto [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Menurunkan Trah Tumenggung Setjonegoro, Tjibolang dan Trah Honggosutan / Wongsosutan
435/4 <18> R Harya Setroboyo I [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 3 = Buyut; Adalah trah urutan ke 3 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
516/4 <21> 2. Pangeran Huposonto / Pangeran Adipati Batang (Pangeran Upasanta) [Brawijaya]
titl: Bupati Batang
eured: <10> Putri Adipati Benawa Hing Pajang [?]
Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya,dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.
Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/
297/4 <15+7> 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram]
ganedigezh: 1593, Kuto Gede - Kesultanan Mataram
eured: <114!> 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan (R.Ayu Prahilla) [Brawijaya]
eured: <11> Kanjeng Ratu Kulon [Gp.1] / Ratu Mas Tinumpak (Ratu Mas Ayu Sakluh) [Cirebon] a. a. 1653
eured: <12> Mas Ayu Wangen [?]
eured: <13> Mas Ayu Sekar Rini [?]
titl: 1613 - 1645, Mataram, SULTAN MATARAM KE 4 bergelar Panembahan Hanyakrakusuma atau Prabu Pandita Hanyakrakusuma
marvidigezh: 1645, Pajimatan Imogiri
== Sultan Agung dari Mataram ==


Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma

Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram
Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman
Susuhunan Hanyakrakusuma
Panembahan Hanyakrakusuma
Prabu Pandita Hanyakrakusuma
Senapati-ing-Ngalaga Sayidin Panatagama

Masa kekuasaan : 1613 – 1645 Pendahulu  : Adipati Martapura Pengganti  : Amangkurat I

Permaisuri-1  : Ratu Kulon putri Kesultanan Cirebon

Permaisuri-2  : Ratu Wetan putri Adipati Batang Wangsa  : Dinasti Mataram Ayah  : Panembahan Hanyakrawati Ibu  : Ratu Mas Hadi Dyah Banawati

Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung. Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Daftar isi

2 Gelar yang Dipakai
3 Awal pemerintahan
4 Menaklukkan Surabaya
5 Pasca penaklukan Surabaya
6 Hubungan dengan VOC
7 Menyerbu Batavia
8 Setelah kekalahan di Batavia
9 Akhir kekuasaan
10 Wafatnya Sultan Agung
11 Rujukan
12 Lihat pula
13 Referensi


Taolenn

Silsilah keluarga

Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang.

Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan adalah putri Adipati Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).


Gelar yang Dipakai

Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, ia mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Agung Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Agung Hanyakrakusuma".

Setelah 1640-an beliau menggunakan gelar "Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Untuk mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini adalah nama yang paling lazim dan populer, yaitu "Sultan Agung".


Awal pemerintahan

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu), Adipati Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang adalah Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum dianggap sebagai Sultan ke-tiga karena adiknya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan janji ayahnya, Panembahan Hanyakrawati kepada istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu.

Ibu kota Mataram saat itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai dibangun istana baru di desa Karta, sekitar 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618.

Saingan besar Mataram saat itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.

Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.

Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kemudian pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.


Menaklukkan Surabaya

Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung untuk menghentikan suplai air, namun kota ini tetap mampu bertahan.

Sultan Agung kemudian mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kemudian disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini akhirnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng.

Beberapa waktu kemudian, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.


Pasca penaklukan Surabaya

Setelah penaklukan Surabaya, keadaan Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita akibat perang yang berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di berbagai daerah, yang menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya.

Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung sendiri. Pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.


Hubungan dengan VOC

Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.

Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di bagian Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.


Menyerbu Batavia

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Besar di Batavia

"Serangan Besar di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2] Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Agung bertindak tegas, pada bulan Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.

Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.


Setelah kekalahan di Batavia

Sultan Agung pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena ia menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.

[Akhir kekuasaan]

Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) Pada tahun 1636 Sultan Agung mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun 1640.

Dalam masa Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar yang tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Sultan Agung menaruh perhatian besar pada kebudayaan Mataram. Ia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.

Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini digunakan supaya tercipta rasa persatuan di antara penghuni istana.

Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal di Jawa Tengah.


Wafatnya Sultan Agung

Pintu masuk ke makam Sultan Agung di Pemakaman Imogiri di Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia (foto tahun 1890). Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.


Rujukan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Pogadaev, V. A. Sultan Agung (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 - 26.

Lihat pula

Babad Tanah Jawi
Rara Mendut

Referensi

1.^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358

2.^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)
458/4 <15+7> 5. Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari (Raden Ajeng Walik) [Mataram]
eured: <14> Pangeran Pekik ? (Pangeran Pakis) [?] a. a. 21 C'hwevrer 1659
marvidigezh: 21 C'hwevrer 1659, Kotagede Yogyakarta, Dimakamkan di Pajimatan Imogiri
409/4 <17+8> Kyai Tumenggung Djangrono I / Kyai Onggowongso (Honggowongso) [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Surabaya, Catatan: >> nama lain : Ki Lembu Amiluhur / ver RB Yasin )
titl: 1670 - 1678, Surabaya, Adipati Surabaya XI
marvidigezh: Kerzu 1678, Surabaya, Gugur di Kediri dalam peperangan, dimakamkan di Pesarean Sentono Boto Putih Surabaya
Menjabat Panglima Perang dalam pemerintahan Sunan Amangkurat I, Tegalarum Mataram, dalam konflik melawan R.Trunodjoyo.

Wafat 26-02-1709 /(1678 ms) dimakamkan di Pesarean Sentono Boto Putih Surabaya.

Index Silsilah No:C.3
3410/4 <17+8> 1. Kyai Tumenggung Onggodjoyo I / Kyai Lanang Glangsing (Honggodjoyo / Gentono) [Ki Ageng Brondong]
micher: 1678 - 1686, Pasuruan, Adipati Pasuruan
marvidigezh: 1690, Surabaya, Dimakamkan di Pesarean Sentono Botoputih Surabaya
Jumeneng Bupati di Pasuruan nama gelar: Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.

Senioritas satu angkatan dengan Amangkurat (Mataram)

Pada tahun 1686 di Pasuruan konflik dengan UNTUNG SUROPATI, dan minta perlindungan keponakannya Kyai Adipati Djangrono II di Surabaya. Pulang ke Surabaya dan wafat dimakamkan di Pesarean Sentono Botoputih Surabaya

Mulai Keturunan pertama dari Ki Tumenggung Honggodjojo tsb. mendapatkan tanda/tetenger KASEPUHAN Surabaya;

Nama isteri-istri tidak tercatat, yang menurunkan 14 putera/puteri (ver Botoputih = hal 52); 15 putera/p
3011/4 <24> Hadipati Hadimenggolo [Banten]
3112/4 <24> Pangeran Hadipati Darajad [Cirebon]
3213/4 <24> Pangeran Samhud Bagda [Pajang]
3314/4 <16> Raden Praseno [?]
3715/4 <17+8> 6. Nyai Udju / Nyai Lundu [Ki Ageng Brondong]
Menurunkan Trah Sutokromo Petunjungan
4116/4 <24> Pangeran Selarong [Pajang]
4217/4 <24> Pangeran Mas / Pangeran Adipati Padjang [Pajang]
4418/4 <24> Pangeran Alit Kusumoyudho [Pajang]
4619/4 <24> Kanjeng Pangeran Kaputran Jipang [?]
4720/4 <15+7> 6. Kanjeng Ratu Mas Sekar [Brawijaya]
Diputus : 663633
4821/4 <24> Raden Ayu Jungut [Pajang]
4922/4 <23> Adipati Senabaya Banten [Juru Martani]
5023/4 <15+7> 3. Pangeran Bumidirja ? (Ki Bumi) [Brawijaya]
5224/4 <25> Pangeran Adipati Wiromenggolo [Kajoran]
5325/4 <22> Raden Riyo Wirokusumo [Sunan Giri]
5426/4 <21> 1. Pangeran Adipati Mandurareja [Brawijaya V]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
5527/4 <15+7> 13. Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat (1.1.1.5.28x ) [Kesultanan Mataram]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


1.1.15.4 NR. Soemalintang or NR Ajoemajar or RA Soedarsah .
1.1.15.4X Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat 
Keseluruhan keturunannya terdapat dibuku "Sajarah Babon Luluhur Sukapura" (SBLS), disusun oleh Rd. Sulaeman Anggapradja, sesepuh KWS (Kumpulan Wargi Sukapura) Cabang Garut, tertanggal 27 September 1976. Dalam bentuk file report lengkap yang tercakup dalam database silsilah pada "Descendants of Pangeran Koesoemadiningrat or Pgn Koesoema Diningrat"]
5628/4 <22> Kyai Juru Wiroprobo [Sunan Giri]
5729/4 <28> Mbah Mutamakkin [?]

5

591/5 <30> Pangeran Renu [Banten]
ganedigezh:
602/5 <31+?> Ratu Mas Kalisapu [Cirebon]
ganedigezh:
613/5 <31+?> Pangeran Hadipati Cirebon [Cirebon]
ganedigezh:
624/5 <32> Abdul Halim [Pajang]
ganedigezh:
745/5 <34> Raden Panji Tjondro Adinegoro [Ki Ageng Brondong]
titl: Pekalongan, Patih
816/5 <34> Kyai Onggodjoyo II [Ki Ageng Brondong]
titl: Surabaya, Patih Luar Kasepuan Surabaya
877/5 <34> Nyai Ajeng Rana / Rangga [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, putera no 1 Kyai Tumenggung Onggodjoyo I
888/5 <34> Ki Onggodjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:2 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Diasingken Belanda ke pulau Ceylon
899/5 <34> Nyai Ajeng nDalem Notopraduto [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:3 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
9010/5 <34> Nyai Ajeng Notoprono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atu puteri no:9, Kyai Onggodjoyo I
9111/5 <34> Kyai Onggodjoyo Djagir [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:5 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Bertempat tinggal di Jagir Wokoromo Surabaya
9212/5 <34> Kyai Sutaprana [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:6 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
9313/5 <34> Nyai Ajeng Sumoyudo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:7 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
9414/5 <34> Kyai Dipomenggolo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:8 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
9515/5 <34> Nyai Onggodiwongso [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:4 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
9616/5 <34> Nyai Ajeng Wirodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:11 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
9717/5 <34> Kanjeng Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro I / Kyai Onggowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:12 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
micher: Menjabat Bupati Kasepuan Surabaya 1752-1763, jumeneng Bupati nama gelar Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
eured: <17> Ψ Trah Ageng Tjondronegoro [?]
eured: <18> Putri dari: Panembahan Tjakraningrat [Panembahan Tjakraningrat]
9818/5 <34> Nyai Ajeng Kinjeng [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No: 14 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Menikah dengan keturunan China/Tionghoa, nama: TJOE KWIE SWIE dimakamkan di Kampung ketandan Surabaya; disebelah selatan Kyai TONDO; Nyai Ajeng Kinjeng dimak
eured: <19> Han Bwee Koe / Han Bwee Kong [HAN dinasti - China]
10019/5 <40> R. Arya Djoyopuspito R. Adipati Djangrono Panotogomo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:5 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
micher: Surabaya, Bupati Kasepuan Surabaya (Bupati Surabaya ke 15); Melakukan perlawanan terhadap Mataram dan Belanda Th 1710 di kenal Peperangan Surabaya, (ver K5 bergelar Adipati Djangrono Panotogomo = Kyai Tumenggung Djangrono Panotogomo), sebagai balas dendam kematian
10120/5 <40> Kyai Wirodirdjo / Ki Tumenggung Djangrono III / Kyai Ngabei Wirosroyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera No:3 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
10221/5 <40> Raden Panji Srenggono / Adipati Notopuro / Raden Panji Surengrono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:4 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
micher: Lamongan, Bupati Lamongan th 1723-1750, sebagai Adipati Notopuro /Adipati Lamongan,
marvidigezh: gugur dalam perang melawan Kompeni Belanda / Amangkurat I di Surabaya
Riwayat jumeneng :

Mengganti kedudukan / jabatan ayahnya sebagai Bupati Kanoman Surabaya SAWUNGGALING.

Magang dari Kartosuro - Solo,
10422/5 <34> Kyai Djoyodirono / Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono I [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:13 dari 14 putera Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
micher: Surabaya, Bupati Kanoman di Wonokromo Surabaya, 1746-1758. Diangkat dalam th 1752 ( De Jonge deel 10-11 ) Pengangkatan bersamaan Kyai Onggowidjoyo. Orang Belanda mengatakan "tweede Regent"; Karena pada waktu itu Kadipaten Surabaya dipecah menjadi dua Kadipaten, s
10523/5 <34> Nyai Ajeng Galih Wirokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:15 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. (ver PK.5)
10624/5 <34> Kyai Onggodimedjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:10 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
10825/5 <40> Ki Demang Kertoyudo / Panji Sosronegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:6 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
marvidigezh: Ki Demang Kertoyudo juga berperan dalam peperangan melawan Kompeni Belanda / Amangkurat I, dikenal keberaniannya. Gugur, dimakamkan di Japanan - Mojokerto
10926/5 <40> Raden Ayu Kaliwungu [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, atau puteri no 7 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini.
11027/5 <40> Raden Ayu Djaleka Tjakraningrat [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, atau Puteri no: 8 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
11228/5 <43> R Kertoyudo [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 4 = Canggah; Adalah trah urutan ke 4 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
11429/5 <51+10> 1. Kanjeng Ratu Batang [Gp.2] / Ratu Ayu Wetan (R.Ayu Prahilla) [Brawijaya]
ganedigezh: Setelah Kanjeng Ratu Kulon (Cirebon) diusir dari Keraton, berubah nama menjadi Kanjeng Ratu Kulon
eured: <29!> 1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (Raden Mas Rangsang) [Mataram] g. 1593 a. a. 1645
12830/5 <51+10> 3. Kanjeng Ratu Kulon [?]
ganedigezh: prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing
14131/5 <50> Kyai Bagus [Bumidirdja]
micher: Mataram, Lurah Wirobumi
14332/5 <50> Kyai Bekel [Bumidirdja]
micher: Lurah Lundong Kebumen
6933/5 <34> Kanjeng Tumenggung Djimat Djoyonegoro [Ki Ageng Brondong]
titl: -1815, Probolinggo, Bupati Banger Probolinggo
6634/5 <34> Raden Panji Djayengrono [Ki Ageng Brondong]
titl: -1783, Surabaya, Raden Adipati Panji
5835/5 <29+11> 6. Sunan Prabu Amangkurat Agung / Susuhunan Ing Alaga (Raden Mas Sayidin) [Mataram]
ganedigezh: 24 Mezheven 1619
titl: 1646 - 13 Gouere 1677, SULTAN MATARAM KE 4 bergelar Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung (Amangkurat 1)
marvidigezh: 13 Gouere 1677, Wanayasa, Banyumas
Sri Susuhunan Amangkurat Agung atau disingkat Amangkurat I adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah tahun 1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia banyak mengalami pemberontakan selama masa pemerintahannya. Ia meninggal dalam pelariannya tahun 1677 dan dimakamkan di Tegalwangi (dekat Tegal), sehingga dikenal pula dengan gelar anumerta Sunan Tegalwangi atau Sunan Tegalarum. Nama lainnya ialah Sunan Getek, karena ia terluka saat menumpas pemberontakan Mas Alit adiknya sendiri.

Silsilah Amangkurat I Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin, putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang (keturunan Ki Juru Martani). Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Amangkurat I memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I.

Awal pemerintahanPada tahun 1645 ia diangkat menjadi raja Mataram untuk menggantikan ayahnya, dan mendapat gelar Susuhunan Ing Alaga. Ketika dinobatkan secara resmi tahun 1646, ia bergelar Amangkurat atau Mangkurat, lengkapnya adalah Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Agung. Dalam bahasa Jawa kata Amangku yang berarti "memangku", dan kata Rat yang berarti "bumi", jadi Amangkurat berarti "memangku bumi". Demikianlah, ia menjadi raja yang berkuasa penuh atas seluruh Mataram dan daerah-daerah bawahannya, dan pada upacara penobatannya tersebut seluruh anggota keluarga kerajaan disumpah untuk setia dan mengabdi kepadanya.

Amangkurat I mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini ia menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya tahun 1647 dikirim untuk merebut Blambangan yang telah dikuasai Bali, namun keduanya dibunuh di tengah jalan.

[[Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke Plered]]. Istana baru ini lebih banyak dibangun dari batu bata, sedangkan istana lama di Kerta terbuat dari kayu. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua, termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai.

Hubungan dengan pihak lainAmangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya. Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat VOC merebut Palembang tahun 1659.

Permusuhan Mataram dan Banten juga semakin buruk. Pada tahun 1650 Cirebon ditugasi menaklukkan Banten tapi gagal. Kemudian tahun 1652 Amangkurat I melarang ekspor beras dan kayu ke negeri itu.

Sementara itu hubungan diplomatik Mataram dan Makasar yang dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di tangan putranya setelah tahun 1658. Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.

Perselisihan dengan putra mahkotaAmangkurat I juga berselisih dengan putra mahkotanya, yaitu Raden Mas Rahmat yang menjadi Adipati Anom. Perselisihan ini dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari (putra Amangkurat I lainnya).

Pada tahun 1661 Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta tetapi gagal. Amangkurat I menumpas seluruh pendukung putranya itu. Sebaliknya, Amangkurat I juga gagal dalam usaha meracun Mas Rahmat tahun 1663. Perselisihan memuncak tahun 1668 saat Mas Rahmat merebut calon selir ayahnya yang bernama Rara Oyi.

Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik mertuanya sendiri, yang dituduh telah menculik Rara Oyi untuk Mas Rahmat. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.

Pemberontakan TrunajayaMas Rahmat yang sudah dipecat dari jabatan Adipati Anom berkenalan dengan Raden Trunajaya menantu Panembahan Rama alias Raden Kajoran tahun 1670. Panembahan Rama mengusulkan agar ia membiayai Trunajaya untuk melakukan pemberontakan. Kemudian Trunajaya dibiayai untuk melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat I.

Maka dimulailah [[pemberontakan Trunajaya pangeran Madura]]. Trunajaya dan pasukannya juga dibantu para pejuang Makasar pimpinan Karaeng Galesong, yaitu sisa-sisa pendukung Sultan Hasanuddin yang dikalahkan VOC tahun 1668. Sebelumnya tahun 1674 pasukan Makasar ini pernah meminta sebidang tanah untuk membuat perkampungan, namun ditolak Amangkurat I.

Pertempuran demi pertempuran terjadi di mana kekuatan para pemberontak semakin besar. Diperkirakan terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom, sehingga Trunajaya tidak jadi menyerahkan kekuasaan kepada Adipati Anom sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dan malah melakukan penjarahan terhadap istana Kartasura. Mas Rahmat yang tidak mampu lagi mengendalikan Trunajaya pun berbalik kembali memihak ayahnya.

Puncaknya, tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat. Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Setelah mengambil rampasan perang dari istana, Trunajaya kemudian meninggalkan keraton Mataram dan kembali ke pusat kekuasaannya di Kediri, Jawa Timur.

Kesempatan tersebut diambil oleh Pangeran Puger untuk menguasai kembali keraton yang sudah lemah, dan mengangkat dirinya menjadi raja di Plered dengan gelar Susuhunan ing Alaga. Dengan demikian sejak saat itu terpecahlah kerajaan Mataram.

Kematian Amangkurat IPelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit. Menurut Babad Tanah Jawi, kematiannya dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Mas Rahmat. Meskipun demikian, ia tetap menunjuk Mas Rahmat sebagai raja selanjutnya, tapi disertai kutukan bahwa keturunannya kelak tidak ada yang menjadi raja, kecuali satu orang dan itu pun hanya sebentar. Amangkurat I meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal. Karena tanah daerah tersebut berbau harum, maka desa tempat Amangkurat I dimakamkan kemudian disebut Tegalwangi atau Tegalarum. Oufers hadir disana dengan dua belas orang serdadu. Amangkurat I juga berwasiat agar Mas Rahmat meminta bantuan VOC dalam merebut kembali takhta dari tangan Trunajaya. Mas Rahmat ini kemudian bergelar Amangkurat II dan mendirikan Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kesultanan Mataram.
9936/5 <40> Kyai Adipati Tumenggung Djangrono I / Djoko Tangkeban [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:5 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
micher: Surabaya, Mengangkat dirinya sebagai Bupati Surabaya dengan nama gelar Tumenggung Djangrono-I Djoko Tangkeban juga melakukan perlawanan terhadap Kompeni Belanda, menguatkan perlawanan Arya Djoyopuspito (Djangrono III). Ver Botoputih: Djoko Tangkeban sebagai pute
marvidigezh: 1678, Surabaya
Wafat Pebruari 1709 di Kartosuro, dimakamkan di Laweyan - Surakarta/Solo
10737/5 <40> 1. Surodrono / Surodirono (Kyai Adipati Djangrono II) [Ki Ageng Brondong]
eured: <20> Nyai Adipati Djangrono II [Mangun Oneng]
marvidigezh: 20 C'hwevrer 1709, Mataram Kartosuro, Wafat pada hari Kamis 17 Besar 1632 Jawa atau 18 Dzulhidjah 1120 Hijrah jam 09.00 pagi di gapuro Kemandungan Keraton Kartosuro. Dimakamkan di Sentono Laweyan-Solo.
7738/5 <34> Kyai Tumenggung Onggowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
titl: Lamongan, Bupati Lamongan
titl: 1808, Pati, Bupati Pati
6339/5 <33> Raden Oendakan [?]
6440/5 <29> Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil (Kanjeng Pangeran Haryo Demang Sukawati) [Mataram]
6541/5 <34> Nyai Ajeng Surodipuro [Ki Ageng Brondong]
6742/5 <34> Nyai Ajeng Surowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
6843/5 <34> Kyai Wanengpati [Ki Ageng Brondong]
7044/5 <34> Nyai Ajeng Ronggolawe [Ki Ageng Brondong]
7145/5 <34> Nyai Ajeng Wiryokusumo [Ki Ageng Brondong]
7246/5 <34> Nyai Ajeng Wirosroyo [Ki Ageng Brondong]
7347/5 <34> Nyai Ajeng Wiryodipuro [Ki Ageng Brondong]
7548/5 <34> Ratu Lor Djoyodiningrat [Ki Ageng Brondong]
7649/5 <34> Mas Ngabei Tjondrowijoyo [Ki Ageng Brondong]
7850/5 <34> Mas Ngabei Kertoyudo [Ki Ageng Brondong]
7951/5 <34> Raden Ayu Galuh [Ki Ageng Brondong]
8052/5 <34> Nyai Ajeng Djangrono [Ki Ageng Brondong]
8253/5 <34> Nyai Ajeng Wangsengsari [Ki Ageng Brondong]
8354/5 <34> Mas Ngabei Sutondo [Ki Ageng Brondong]
8455/5 <34> Mas Ngabei Niloperbongso [Ki Ageng Brondong]
8556/5 <34> Mas Ngabei Mangkuyudo [Ki Ageng Brondong]
8657/5 <34> Nyai Ajeng Tambak Haji [Ki Ageng Brondong]
10358/5 <41> Pangeran Sumoyudo (Kyai Abdul Jabbar) [Jojogan Tuban]
11159/5 <42> Pangeran Adipati Prabuwidjaya [Pajang]
11360/5 <44> Pangeran Aryo Pringgodani [Pajang]
11561/5 <45+14+?> Ratu Kulon II / Roro Oyi [Giri]
11662/5 <52> Ratu Wetan (Kajoran) [Kajoran]
11763/5 <46> Kanjeng Pangeran Danupoyo [?]
11864/5 <48> Raden Mas Sarakusuma [Pajang]
11965/5 <29> 8. Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit [Mataram]
== Tokoh Sunan Amangkurat Tegalwangi ==

Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro dari tulisan Sartono Kusumaningrat (http://www.tembi.org/majalah-prev/ratu.htm)

Sunan Amangkurat Agung adalah putra kesepuluh Sultan Agung Hanyakrakusuma dan merupakan putra kedua dari permaisuri kedua yang bernama Raden Ayu Wetan. Permaisuri pertama Sultan Agung Hanyakrakusuma bernama Kanjeng Ratu Kulon (Ratu Emas Tinumpak). Permaisuri pertama ini setelah melahirkan putranya yang diberi nama Raden Mas Sahwawrat diusir dari kraton dan tempatnya digantikan oleh permaisuri kedua. Setelah permaisuri pertama meninggalkan kraton, permaisuri kedua diganti namanya menjadi Kanjeng Ratu Kulon.

Amangkurat I lahir pada tahun 1619 dengan nama Raden Mas Sayidin kemudian diberi nama Jibus dan Rangkah ( yang berarti 'semak berduri', 'tutup batas'). Sebagai putra mahkota secara resmi ia diberi nama Pangeran Aria Mataram. Raja ini juga dikenal dengan nama Susuhunan Amangkurat Senapati Ingalaga, Susuhunan Tegalwangi, dan Sultan Plered. Sering pula ia disebut dengan nama Tegalwangi saja. Ia diberi nama Tegalwangi karena meninggal di Tegalwangi (daerah Tegal, Jawa Tengah) dalam pelariannya karena penyerbuan Trunajaya.

Raja ini pulalah yang memindahkan kratonnya dari Kerta ke Plered tidak lama setelah ia menerima tampuk pimpinan pemerintahan. Usaha pemindahan kraton itu sendiri sebenarnya telah dimulai sejak 26 Januari 1648 semasa Sultan Agung masih memegang pemerintahan.

Amangkurat Tegalwangi pernah menghadapi pemberontakan yang dilakukan oleh adiknya sendiri yang bernama Pangeran Alit / Raden Mas Alit (putra kedua Kanjeng Ratu Kulon) yang mendapat dukungan kaum ulama Mataram. Menurut cerita tutur pemberontakan Pangeran Alit terjadi karena hasutan Tumenggung Pasingsingan (pengasuh Pangeran Alit) dan anaknya yang bernama Tumenggung Agrayuda. Kedua tumenggung itu mengobarkan nafsu Pangeran Alit untuk menjadi raja dan mereka menjamin bahwa separuh Mataram berpihak kepadanya. Akan tetapi pemberontakan Pangeran Alit tidak berhasil karena rencananya terburu diketahui oleh pihak Amangkurat Tegalwangi. Pangeran Alit sendiri tewas oleh karena tergores oleh kerisnya sendiri yang beracun.

Untuk membalas dendam atas dukungan kaum ulama Mataram terhadap adiknya yang memberontak itu, Amangkurat memerintahkan empat orang kepercayaannya untuk melakukan sapu bersih kaum ulama. Empat orang kepercayaannya itu adalah Raden Mas atau Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa atau Kiai Suta (Tumenggung Pati), Tumenggung Suranata (Tumenggung Demak)., dan Kiai Ngabei Wirapatra. Dalam tragedi ini sebanyak 5-6 ribu orang ulama tewas dibantai secara mengerikan.
12066/5 <49> Kanjeng Panembahan Bagus Banten [Juru Martani]
12167/5 <29+13> Pangeran Ronggo Kajiwan / Raden Mas Hino [Sultan Agung]
12268/5 <29+12> Gusti Ratu Ayu Winongan / Gusti Raden Ajeng Jenap [Sultan Agung]
12369/5 <29> 5. Pangeran Purubaya [Mataram] 12470/5 <29> 7. Gusti Raden Ayu Wiromantri [Mataram]
12571/5 <29> 4. Pangeran Ngabehi Loring Pasar [Mataram]
12672/5 <29+11> 1. Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang [Mataram]
12773/5 <51+10> 2. Panembahan Mas, Menjabat Adipati di Pajang [?]
12974/5 <51+10> 4. Pangeran Pujamenggala [?]
13075/5 <51+10> 5. Pangeran Adipati Wiramenggala [?]
13176/5 <29> Ratu Pandansari [Mataram] 13277/5 <47+16+15> Raden Ayu Ketib Grobogan [Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
13378/5 <55+?> 1.1.15.4.1 Seureupeun Manangel [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
13479/5 <55+?> 1.1.15.4.2 Seureupeun Cibeuli [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
13580/5 <55+?> 1.1.15.4.3 Seureupeun Cihaurbeuti [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
13681/5 <55+?> 1.1.15.4.4 Seureupeun Dawagung [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
13782/5 <55+?> 1.1.15.4.5 Sareupeun Ciboeni Agoeng [Kesultanan Mataram]
13883/5 <54> Raden Pasingsingan [Ki Juru Martani]
13984/5 <54> Raden Mas Tumenggung Karto Nagoro / Ki Ageng Ketib Grobogan [Brawijaya V]
14085/5 <50> Kyai Gusti / Raden Tumenggung Wongsodirjo [Bumidirdja]
14286/5 <50> Nyai Ageng [Bumidirdja] 14487/5 <45+14> Kanjeng Gusti Pangeran Timur [Sultan Agung]
14588/5 <29> Raden Bagus Rinangku [Mataram]
14689/5 <57> Nyai Ulfiah [?]
14790/5 <57> Nyai Ageng Godhek [?]
14891/5 <53> Raden Ayu Jayawinata Gajah Gede [Sunan Giri]
14992/5 <56> Tumenggung Mandaraka / Arya Sindureja [Sunan Giri]

6

1531/6 <60> Pangeran Darajad [Cirebon]
ganedigezh:
1542/6 <61> Pangeran Hadipati Cirebon Seda Mataram [Cirebon]
ganedigezh:
1553/6 <62> Abdul Wahid [Pajang]
ganedigezh:
1584/6 <97+18> Raden Ayu Galuh [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 3 = buyut dari Ki AgengBrondong, atau putra ke 18 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro (Onggowidjoyo); Bupati Kasepuhan Surabaya 1752-1763
eured: <25> Raden Tumenggung Suroadiningrat [Tjokroadiningrat] , <26> Raden Ario Mloyokusumo [Setjoadiningrat]
1595/6 <97+18> Nyai Ajeng Suronegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:1, dari KYai Tumenggung Djimat Tjondronegoro Berkediaman di Semarang
eured: <27> Kyai Suronegoro ? (tidak diketahui) [?]
Bertempat tinggal di Sumedang Jawa Barat Menurut web site http://keluargatjondronegoro.blogspot.com/ bertempat tinggal di Semarang
1606/6 <97+18> Nyai Ajeng Surengrono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:2, dari KYai Tumenggung Djimat TjondronegoroBupati
micher: Bupati Surabaya
1617/6 <97+18> Nyai Ajeng Surodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 3, dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
eured: <28> Kyai Surodipuro [tidak diketahui]
1628/6 <97+18> Raden Panji Tumenggung Tjokronegoro I / Raden Panji Djangrana (Djayengrono) (Raden Notopuro) [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Surabaya, level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 4 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
micher: Bupati Sidoarjo Th.1763-1783 Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokari. Sidokare d
eured: <29> Raden Ayu Rame [Kyai Adipati Nitiadiningrat - Pasuruan]
eured: <30> putri Panembahan Tjakraningrat [Tjakraningrat]
Sidoarjo dulu dikenal sebagai pusat Kerajaan Janggala. Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibantu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan. Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokari. Sidokare dipimpin R. Notopuro (kemudian bergelar R.T.P Tjokronegoro ) yang berasal dari Kasepuhan. Ia adalah putra dari R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya. Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare, yang memiliki konotasi kurang bagus diubah menjadi Kabupaten Sidoarjo. Setelah R. Notopuro wafat tahun 1862, maka kakak almarhum 1863 diangkat sebagai bupati, yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II yang merupakan pindahan dari Lamongan. Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro mendapat pensiun, sebagai gantinya diangkat R.P. Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga, dan R.A.A.T. Tjondronegoro I diangkat sebagai gantinya.
1639/6 <97> Nyai Ajeng Surowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:5, dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
16410/6 <97> Kyai Panji Wanengpati [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:6, dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro http://keluargatjondronegoro.blogspot.com/ : Kyai wanengpati ( natapura ) Patih dalem Surabaya
16611/6 <97+18> Nyai Ajeng Ronggolawe [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:8 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro. http://keluargatjondronegoro.blogspot.com/ NB tempat tinggal terakhir di Malang
Menikah dengan Tumenggung Ronggolawe - Malang.
16712/6 <97+18> Nyai Ajeng Wiryokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:9 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
16813/6 <97> Nyai Ajeng Wirosroyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:10 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro.
16914/6 <97> Nyai Ajeng Maespati [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:11 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
17015/6 <97> Nyai Ajeng Wiryodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau puteri No:12 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
17116/6 <97> Ki Tjondro Adinegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:13 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
micher: Menjabat Patih Pekalongan;
17217/6 <97> Raden Ayu Lor / Ratu Lor Djoyodiningrat [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:14 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
eured: <31> Panembahan Tjokronegoro V [Panembahan - Tjokronegoro] dou. 1770
Putero mantu Panembahan Bangkalan - Madura.
17318/6 <97> Mas Ngabei Tjondrowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:15 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
17519/6 <97+18> Mas Ngabei Kertoyudo / Kyai Mayor Kertoyudo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:17 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
17620/6 <97+18> Nyai Ajeng Djangrono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:19 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
17721/6 <97+18> Kyai Tjondronegoro / Kyai Panji Onggowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:20 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
micher: Surabaya, Bupati Mojokerto 1827 - 1850
17822/6 <97> Nyai Ajeng Wangsengsari [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:21 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
17923/6 <97+18> Ngabei Sutoyudo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:22, dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
18024/6 <97+18> Nyai Mangkuyudo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:24 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
eured: <32> Mas Ngabei Mangkuyudo [Mangkuyudo]
18125/6 <97+18> Nyai Ajeng Tambakhadji Angger [ Ngampel Ali Kubro] [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:25 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
18326/6 <104> Mas Adipati Djoyodirono II [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:1 dari 6 putera Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono
micher: Bupati Kanoman di Surabaya, Th.1758-1785
eured: <33> Raden Ayu Sepi / Raden Ayu Gremis [Kyai Adipati Nitiadiningrat - Pasuruan]
marvidigezh: Wafat di Surabaya, dimakamkan di Sentono Botoputih - Surabaya
18427/6 <104> Raden Ayu Adipati Soemodirono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:2 dari Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono
micher: Bupati Pekalongan
18528/6 <104> Kyai Panji Singosari [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:3 dari Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono
18629/6 <104> Nyai Ajeng Mangkoediredjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:4 dari Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono
18730/6 <104> Nyai Ajeng Soemodirono = Nyai Ajeng Soemoyoedo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:5 dari Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono
18831/6 <104> Nyai Ajeng Tjtetjek Kromodjaya [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau puteri No:6 dari Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono
micher: Patih Kanoman di Surabaya, kemudian jumeneng/menjabat Bupati Surabaya nama gelar Kromodjoyo.
18932/6 <100> Raden Arya Sindhuwongso [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut Ki Ageng Brondong, atau putera pertama Raden Arya Djoyopuspito /=Ki Onggowongso /=Kyai Tumenggung Djangrono II.
19033/6 <100> Raden Panji Puspokusumo /= Kyai Djenggot. [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:2 dari Arya Djoyopuspito.
19134/6 <102> Raden Mas Banding Notopuro = Sawunggaling [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera pertama dari Panji Srenggono / Adipati Notopuro.
micher: Surabaya, Bupati Surabaya, diangkat oleh Belanda (VOC), Gubernur jendral BARON VAN INHOOF, di Betawi
19335/6 <97+18> Mas Ngabei Niloperbongso [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:23 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
19436/6 <97+18> Ki Mangkudipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:26 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
19537/6 <97+18> Ki Mangkukusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:27, dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
19638/6 <97+18> Raden Ayu Uningan Kaliungu [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:28 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
19739/6 <97+18> Nyai Ajeng Trodjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:29 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
19940/6 <111> Pangeran Adipati Wiramenggala I [Pajang]
titl: Adipati Batang
20041/6 <98+19> Han Pek Long [HAN dinasti - China]
ganedigezh: Level 3 = Buyut dari Han Siong Kong; Atau putera ke 1 dari Han Liong Kong
20142/6 <112> R Kertomenggolo [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 5 = Wareng: Adalah trah urutan ke 5 dari(pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
20843/6 <58+116!> 11. Bendoro Raden Ayu Kaleting Kuning [Amangkurat I]
ganedigezh: (putri Kanjeng Ratu Kencana)
eured: <34> Raden Trunojoyo / Panembahan Maduretno [Cakraningrat II] g. 1649 a. a. 2 Genver 1680
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
22444/6 <137> 1.1.15.4.5.1. Dalem Wiraha [Kesultanan Mataram]
titl: Umbul di Sukakerta
23745/6 <148+?> Tumenggung Jayawinata Gajah Cilik [Kyai Ageng Ngerang I]
douaridigezh: (Makam Jejeran)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
24046/6 <136> Dalem Yudakusumah [Mataram]
ganedigezh: singaparna
marvidigezh: Singaparna
15047/6 <58+?> 1. Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat II / Mangkurat Admiral (Amral) (R. Mas Rahmat / R. Mas Kuning / P. Mas / G. P. H. Puger) [Amangkurat I (Mataram)]
titl: 1677, SULTAN MATARAM KE 5 (1677-1703), Sunan Kartasura I
marvidigezh: 1703
Judul pranalaSri Susuhunan Amangkurat II adalah pendiri sekaligus raja pertama Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan Kesultanan Mataram, yang memerintah tahun 1677-1703.

Ia merupakan raja Jawa pertama yang memakai pakaian dinas ala Eropa sehingga rakyat memanggilnya dengan sebutan Sunan Amral, yaitu [[ejaan Jawa untuk Admiral.]]

Silsilah Keluarga Nama asli Amangkurat II ialah Raden Mas Rahmat, putra Amangkurat I raja Mataram yang lahir dari Ratu Kulon putri [[Pangeran Pekik dari Surabaya.]]

Amangkurat II memiliki banyak istri namun hanya satu yang melahirkan putra (kelak menjadi Amangkurat III). Konon benar ataupun ngawur, menurut Babad Tanah Jawi ibu Amangkurat III mengguna-guna semua madunya sehingga mandul.

Perselisihan Masa Muda Mas Rahmat dibesarkan di Surabaya. Ia kemudian pindah ke istana Plered sebagai Adipati Anom. Namun hubungannya dengan adiknya yang bergelar Pangeran Singasari buruk. Terdengar pula kabar kalau jabatan Adipati Anom akan dipindahkan kepada Singasari.

Pada tahun 1661 Mas Rahmat memberontak didukung para tokoh yang tidak suka pada pemerintahan Amangkurat I. Pemberontakan kecil itu dapat dipadamkan. Para pendukung Mas Rahmat ditumpas semua. Namun, Amangkurat I sendiri gagal saat mencoba meracun Mas Rahmat tahun 1663. Hubungan ayah dan anak itu semakin tegang.

Pada tahun 1668 [[R.Mas Rahmat jatuh hati pada Rara Oyi]], gadis Surabaya yang hendak dijadikan selir ayahnya. Pangeran Pekik karena saking sayang kepada cucunya sehingga Beliau mempertemukan antara cucunya dan Rara Oyi. Akibatnya, kabar ini terdengar oleh Ayahanda, Amangkurat I murka dan mengeksekusi mati Pangeran Pekik sekeluarga hingga dimakamkan di komplek Banyusumurup. R.Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.

Persekutuan dengan R.Trunajaya R.Mas Rahmat diampuni ayahnya namun juga dipecat dari jabatan Adipati Anom. Jabatan putra mahkota Mataram kemudian diberikan kepada putra yang lain, yaitu Pangeran Puger.

Pada tahun 1670 R.Mas Rahmat meminta bantuan Panembahan Rama, seorang guru spiritual dari keluarga Kajoran. Panembahan Rama memperkenalkan bekas menantunya, bernama R.Trunajaya dari Madura sebagai alat pemberontakan R.Mas Rahmat.

Pada tahun 1674 datang kaum pelarian dari Makasar yang diwakili oleh Karaeng Galesong, putra Sultan Hasanudin, Raja Makasar yang ditolak Amangkurat I saat meminta sebidang tanah di Mataram. Diam-diam R.Mas Rahmat memberi mereka tanah di [[desa Demung]], dekat Besuki. Mereka kemudian bergabung dalam pemberontakan R.Trunajaya.

Kekuatan R.Trunajaya semakin besar dan sulit dikendalikan. R.Mas Rahmat merasa bimbang dan memilih berada di pihak ayahnya. Ia kembali menjadi putra mahkota, karena P.Puger sendiri berasal dari keluarga Kajoran (pendukung pemberontak).

Akhirnya, pada tanggal 2 Juli 1677 R.Trunajaya menyerbu istana Plered. Amangkurat I dan R.Mas Rahmat melarikan diri ke Barat. Namun P.Puger sendiri akhirnya pergi ke [[desa Kajenar]].

Persekutuan dengan VOC Amangkurat I meninggal dalam perjalanan pada 13 Juli 1677. Menurut Babad Tanah Jawi, minumannya telah diracun oleh R.Mas Rahmat. Meskipun demikian, R.Mas Rahmat tetap ditunjuk sebagai raja selanjutnya,

R.Mas Rahmat disambut baik oleh Martalaya bupati Tegal. Ia sendiri memilih pergi haji daripada menghadapi pemberontakan pimpinan R.Trunajaya. Tiba-tiba keinginannya tersebut batal, konon karena wahyu keprabon berpindah padanya. R.Mas Rahmat pun menjalankan wasiat ayahnya supaya membuat perjanjian dengan VOC dengan pengiriman Garnisun perang.

Pada bulan September 1677 diadakanlah perjanjian di Jepara. Pihak VOC diwakili Cornelis Speelman. Daerah-daerah pesisir utara Jawa mulai Kerawang sampai ujung timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.

R.Mas Rahmat pun diangkat sebagai Amangkurat II, seorang raja tanpa istana. Hasil perjanjian dengan VOC, ia berhasil mengakhiri pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember 1679. Amangkurat II bahkan menghukum mati Trunajaya dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.

Membangun Istana Kartasura Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya, yaitu Pangeran Puger. Istana baru tersebut bernama Kartasura.

P.Puger yang semula menetap di Kajenar pindah ke Plered setelah kota itu ditinggalkan R.Trunajaya. Ia menolak bergabung dengan Amangkurat II karena mendengar berita bahwa Amangkurat II bukan R.Mas Rahmat (kakaknya) melainkan anak Cornelis Speelman yang menyamar.

Perang antara Kakak dan Adik itu meletus pada bulan November 1680. Babad Tanah Jawi menyebutnya sebagai perang antara Mataram melawan Kartasura. Akhirnya setahun kemudian, yaitu 28 November 1681 P.Puger kalah dan menyerah.

Babad Tanah Jawi menyebut Mataram runtuh tahun 1677, sedangkan Kartasura adalah kerajaan baru sebagai penerusnya.

Sikap Amangkurat II terhadap VOC Amangkurat II dikisahkan sebagai raja berhati dua, satu sisi mlakukan perjanjian dengan VOC, satu sisi memikirkan cara agar terlepas dari VOC. P.Puger adiknya, jauh lebih berperan dalam pemerintahan. Ia naik takhta atas pinjaman hutang dari VOC sebagai biaya perang sebesar 2,5 juta gulden. Tokoh anti VOC bernama Patih Nerangkusuma berhasil menghasutnya agar lepas dari jeratan hutang tersebut.

Pada tahun 1683 terjadi pemberontakan Wanakusuma, seorang keturunan Kajoran. Pemberontakan yang berpusat di Gunung Kidul ini berhasil dipadamkan.

Pada tahun 1685 Amangkurat II menampung buronan VOC bernama Untung Suropati yang tinggal di rumah Patih Nerangkusuma. Untung Suropati diberinya tempat tinggal di [[desa Babirong]] untuk menyusun kekuatan.

Bulan Februari 1686 Kapten Francois Tack tiba di Kartasura untuk menangkap Untung Suropati. Amangkurat II pura-pura membantu VOC. Pertempuran terjadi. Pasukan Untung Suropati menumpas habis pasukan Kapten Tack. Sang kapten sendiri mati dibunuh oleh pasukan Untung Suropati

Amangkurat II kemudian merestui Untung Suropati dan Nerangkusuma untuk merebut Pasuruan. Anggajaya bupati Pasuruan yang semula diangkat Amangkurat II terpaksa menjadi korban. Ia melarikan diri ke Surabaya bergabung dengan adiknya yang bernama Anggawangsa alias Adipati Jangrana.

Akhir Kehidupan Amangkurat II Sikap Amangkurat II yang mendua akhirnya terbongkar. Pihak VOC menemukan surat-surat Amangkurat II kepada Cirebon, Johor, Palembang, dan bangsa Inggris yang isinya ajakan untuk memerangi Belanda. Amangkurat II juga mendukung pemberontakan Kapten Jonker tahun 1689.

Pihak VOC menekan Kartasura untuk segera melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 2,5 juta gulden. Amangkurat II sendiri berusaha memperbaiki hubungan dengan pura-pura menyerang Untung Suropati di Pasuruan.

Amangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaitu Amangkurat III melawan adiknya, yaitu P.Puger.
21048/6 <58+116!> 4. Pangeran Martosono / Raden Mas Tapa [Amangkurat I]
marvidigezh: 1678?
15149/6 <58+116!> 2. Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger (Raden Mas Drajat) [Mataram]
eured: <35> 1. Ratu Mas Blitar / Ratu Pakubuwono [Mataram] a. a. 5 Genver 1732
eured: <36> Raden Ajeng Sendhi [?]
eured: <37> Mas Ajeng Tejawati [?]
eured: <38> Mas Ajeng Retnowati [?] a. a. 22 C'hwevrer 1719
eured: <39> Mas Ayu Tjondrowati [?]
titl: 6 Gouere 1704 - 1719, Kartasura, Sultan Mataram VI MATARAM KE 6, Sunan Kartasura III bergelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatulah Tanah Jawa
marvidigezh: 1719
== Pangeran Puger ==

Pangeran Puger (lahir: Mataram, ? - wafat: Kartasura, 1719) adalah raja ketiga Kasunanan Kartasura yang setelah naik takhta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana I. Ia memerintah pada tahun 1704 - 1719. Naskah-naskah babad pada umumnya mengisahkan tokoh ini sebagai raja agung yang bijaksana. [[Asal-usul]]Nama asli Pangeran Puger adalah Raden Mas Darajat. Ia merupakan putra Sunan Amangkurat I, raja terakhir Kesultanan Mataram yang lahir dari Ratu Wetan atau permaisuri kedua. Ibunya tersebut berasal dari Kajoran, yaitu sebuah cabang keluarga keturunan Kesultanan Pajang.

Mas Darajat pernah diangkat menjadi pangeran adipati anom (putra mahkota), ketika terjadi perselisihan antara Amangkurat I dengan Mas Rahmat. Mas Rahmat adalah kakak tiri Mas Darajat yang lahir dari Ratu Kulon atau permaisuri pertama. Amangkurat I mencopot jabatan adipati anom dari Mas Rahmat dan menyerahkannya kepada Mas Darajat. Namun, ketika Keluarga Kajoran terbukti mendukung pemberontakan Trunajaya tahun 1674, Amangkurat I terpaksa menarik kembali jabatan tersebut dari tangan Mas Darajat.

Perang Di PleredPuncak pemberontakan Trunajaya terjadi pada tahun 1677. Pangeran dari Madura tersebut melancarkan serangan besar-besaran ke ibu kota Kesultanan Mataram yang terletak di Plered. Amangkurat I melarikan diri ke barat dan menugasi Adipati Anom (Mas Rahmat) untuk mempertahankan istana. Namun, Adipati Anom menolak dan memilih ikut mengungsi. Pangeran Puger pun tampil menggantikan kakak tirinya tersebut untuk membuktikan kepada sang ayah bahwa tidak semua anggota Keluarga Kajoran terlibat pemberontakan Trunajaya.

Ketika pasukan Trunajaya tiba di istana Plered, pihak Amangkurat I telah pergi mengungsi. Pangeran Puger pun berjuang menghadapinya. Namun, kekuatan musuh sangat besar. Ia terpaksa menyingkir ke desa Jenar. Di sana Pangeran Puger membangun istana baru bernama Kerajaan Purwakanda. Ia mengangkat diri sebagai raja bergelar Susuhunan Ingalaga.

Trunajaya menjarah harta pusaka keraton Mataram. Ia kemudian pindah ke markasnya di Kediri. Pada saat itulah Sunan Ingalaga kembali ke Plered untuk menumpas sisa-sisa pengikut Trunajaya yang sengaja bertugas di sana. Sunan Ingalaga pun mengangkat dirinya sebagai raja Mataram yang baru.

Perang Saudara Sementara itu Amangkurat I meninggal dunia dalam pengungsiannya di daerah Tegal. ia sempat menunjuk Adipati Anom sebagai raja Mataram yang baru bergelar Amangkurat II. Sesuai wasiat ayahnya tersebut, Amangkurat II pun meminta bantuan VOC - Belanda. pemberontakan Trunajaya akhirnya berhasil ditumpas pada akhir tahun 1679.

Amangkurat II merupakan raja tanpa istana karena Plered telah diduduki Sunan Ingalaga, adiknya sendiri. Ia pun membangun istana baru di hutan Wanakerta, yang diberi nama Kartasura pada bulan September 1680. Amangkurat II kemudian memanggil Sunan Ingalaga supaya bergabung dengannya tapi panggilan tersebut ditolak.

Penolakan tersebut menyebabkan terjadinya perang saudara. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1681 Sunan Ingalaga menyerah kepada Jacob Couper, perwira VOC yang membantu Amangkurat II. Sunan Ingalaga pun kembali bergelar Pangeran Puger dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II. Kekalahan Pangeran Puger menandai berakhirnya Kesultanan Mataram yang kemudian menjadi daerah bawahan Kasunanan Kartasura. Meskipun demikian, naskah-naskah babad tetap memuji keberadaan Pangeran Puger sebagai orang istimewa di Kartasura. Yang menjadi raja memang Amangkurat II, namun pemerintahan kasunanan seolah-olah berada di bawah kendali adiknya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah-naskah babad ditulis pada zaman kekuasaan raja-raja keturunan Pangeran Puger.

Kamatian Kapten TackAmangkurat II berhasil naik takhta berkat bantuan VOC, namun disertai dengan perjanjian yang memberatkan pihak Kartasura. Ketika keadaan sudah tenang, Patih Nerangkusuma yang anti Belanda mendesaknya supaya mengkhianati perjanjian tersebut. Pada tahun 1685 Amangkurat II melindungi buronan VOC bernama Untung Suropati. Kapten Francois Tack datang ke Kartasura untuk menangkapnya. Amangkurat II pura-pura membantu VOC.

Namun diam-diam, ia juga menugasi Pangeran Puger supaya menyamar sebagai anak buah Untung Suropati. Dalam pertempuran sengit yang terjadi di sekitar keraton Kartasura pada bulan Februari 1686, sebanyak 75 orang tentara VOC, tewas ditumpas pasukan Untung Suropati. Pasukan Untung Suropati berhasil membunuh Kapten Tack yang tidak berhasil turun dari kudanya.

Pengungsian Ke SemarangAmangkurat II meninggal dunia pada tahun 1703. Takhta Kartasura jatuh ke tangan putranya yang bergelar Amangkurat III. Menurut Babad Tanah Jawi, ketika Pangeran Puger datang melayat, ia melihat kemaluan jenazah kakaknya "berdiri". Dari ujung kemaluan muncul setitik cahaya yang diyakini sebagai wahyu keprabon. Barang siapa mendapatkan wahyu tersebut, maka ia akan menjadi raja Tanah Jawa. Pangeran Puger pun menghisap sinar tersebut tanpa ada seorang pun yang melihat. Sejak saat itu dukungan terhadap Pangeran Puger berdatangan karena banyak yang tidak menyukai tabiat buruk Amangkurat III. Hubungan antara paman dan keponakan tersebut pun diwarnai ketegangan. Kebencian Amangkurat III semakin bertambah ketika Raden Suryokusumo putra Puger memberontak. Pada puncaknya, yaitu bulan Mei 1704 Amangkurat III mengirim pasukan untuk membinasakan keluarga Puger.

Namun Pangeran Puger dan para pengikutnya lebih dahulu mengungsi ke Semarang. Yang ditugasi mengejar adalah Tumenggung Jangrana, bupati Surabaya. Namun Jangrana sendiri diam-diam memihak Puger sehingga pengejarannya hanya bersifat sandiwara belaka.

Bupati Semarang yang bernama Rangga Yudanegara bertindak sebagai perantara Pangeran Puger dalam meminta bantuan VOC. Kepandaian diplomasi Yudanegara berhasil membuat VOC memaafkan peristiwa pembunuhan Kapten Tack. Bangsa Belanda tersebut menyediakan diri membantu perjuangan Pangeran Puger, tentu saja dengan perjanjian yang menguntungkan pihaknya. Isi Perjanjian Semarang yang terpaksa ditandatangani Pangeran Puger antara lain penyerahan wilayah Madura bagian timur kepada VOC.

Kartasura di rebutPada tanggal 6 Juli 1704 Pangeran Puger diangkat menjadi raja bergelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Khalifatulah Tanah Jawa, atau lazim disingkat Pakubuwana I. Setahun kemudian, yaitu tahun 1705, Pakubuwana I dikawal gabungan pasukan VOC, Semarang, Madura (barat), dan Surabaya bergerak menyerang Kartasura. Pasukan Kartasura yang ditugasi menghadang dipimpin oleh Arya Mataram, yang tidak lain adalah adik Pakubuwana I sendiri. Arya Mataram berhasil membujuk Amangkurat III supaya mengungsi ke timur, sedangkan ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I.

Dengan demikian, takhta Kartasura pun jatuh ke tangan Pakubuwana I, tepatnya pada tanggal 17 September 1705.

Masa PemerintahanPemerintahan Pakubuwana I dihadapkan pada perjanjian baru dengan VOC sebagai pengganti perjanjian lama yang pernah ditandatangani Amangkurat II. Perjanjian lama tersebut berisi kewajiban Kartasura untuk melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 4,5 juta gulden. Sedangkan perjanjian baru berisi kewajiban Kartasura untuk mengirim 13.000 ton beras setiap tahun selama 25 tahun.

Pada tahun 1706 gabungan pasukan Kartasura dan VOC mengejar Amangkurat III yang berlindung di Pasuruan. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati yang saat itu menjabat sebagai bupati Pasuruan tewas. Amangkurat III sendiri akhirnya menyerah di Surabaya pada tahun 1708, untuk kemudian dibuang ke Srilangka.

Pada tahun 1709 Pakubuwana I terpaksa menghukum mati Adipati Jangrana bupati Surabaya yang dulu telah membantunya naik takhta. Hukuman ini dilakukan karena pihak VOC menemukan bukti bahwa Jangrana berkhianat dalam perang melawan Untung Surapati tahun 1706. Jangrana digantikan adiknya yang bernama Jayapuspita sebagai bupati Surabaya. Pada tahun 1714 Jayapuspita menolak menghadap ke Kartasura dan mempersiapkan pemberontakan. Pada tahun 1717 gabungan pasukan Kartasura dan VOC bergerak menyerbu Surabaya. Menurut Babad Tanah Jawi, perang di Surabaya ini lebih mengerikan daripada perang di Pasuruan dahulu. Jayapuspita akhirnya kalah dan menyingkir ke Japan (sekarang Mojokerto) tahun 1718.

Akhir HayatSunan Pakubuwana I meninggal dunia pada tahun 1719. Yang menggantikannya sebagai raja Kartasura selanjutnya adalah putranya, yang bergelar Amangkurat IV. Pemerintahan Amangkurat IV ini kemudian dihadapkan pada pemberontakan saudara-saudaranya sesama putra Pakubuwana I, antara lain Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun.

Pangeran Puger Yang Lain Dalam sejarah keluarga Kesultanan Mataram terdapat tokoh lain yang juga bergelar [[Pangeran Puger]]. Salah satunya adalah putra Panembahan Senapati yang lahir dari selir Nyai Adisara, bernama asli Raden Mas Kentol Kejuron. Tokoh ini hidup pada zaman sebelum Pakubuwana I.

Pangeran Puger yang ini pernah memberontak pada tahun 1602 - 1604 terhadap pemerintahan adiknya, yaitu Prabu Hanyokrowati (kakek buyut Pangeran Puger Pakubuwana I).
21450/6 <116+58!> 9. Pangeran Hario Panular [Amangkurat I]
marvidigezh: Eost 1722?
16551/6 <97+18> Ki Tumenggung Djimat Djoyonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:7, dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro,
eured: <40> Putri (1) Ngabei Wangsengsari [Suronegoro-Semarang]
eured: <29!> Raden Ayu Rame [Kyai Adipati Nitiadiningrat - Pasuruan]
eured: <41> Raden Ajeng Roekminah / R Ayu Bawoon [Kyai Adipati Nitiadiningrat - Pasuruan]
micher: 1770 - 1815, Probolinggo, Bupati Banger/Probolinggo Karena ketangguhannya maka mendapat nama gelar : Djimat
marvidigezh: Probolinggo, Dimakamkan dibelakang Masjid Probolinggo, tanpa cungkup diberi warna kuning.
Kyai Tumenggung Djoyonegoro / Kanjeng Djimat Probolinggo, adalah Komandan Bataliyon Infantri VOC, berpangkat Mayor di Surabaya. Bertempat tinggal bersama dengan mertuanya Kyai Adipati Nitiadiningrat I, Bupati Pasuruan Th.1751-1799.

Dalam sejarah diriwayatkan mereka menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu yaitu Blambangan Wetan dibawah pemerintah Adipati Wirogoeno. Blambanagn Wetan kalah, kemudian putra Kyai Adipati Nitiadiningrat I diberi kekuasaan/jabatan kepala pemerintahan di Puger-Jember, dengan pusat kota pemerintahan di Klatak, wilayah pesisir pantai laut selatan Jawa. Jumeneng nama gelar Raden Tumenggung Prawiroadiningrat. Kyai Tumenggung Djoyonegoro diangkat menjadi Bupati di Probolinggo, menggantikan Tumenggung Djoyolelono setalah wafat.

Dalam sejarah diatas diriwayatkan ada seseorang cantrik/murid Kyai Patih Alus asal Besuki, bernama Raden Asrah yang dapat mengalahkan komandan tentara Blambangan Wetan bernama Aryo Gledak. Raden Asrah diangkat menjadi Ronggo / Patih Onder Regent di Bondowoso dengan nama gelar Kyai Ronggo Kertonegoro. Dalam riwayat dikenal sebagai cikal bakal Babad Bondowoso, sampai menjadi negeri/kota Bondowoso. Dalam masyarkat Bondowoso dikenal dengan gelar "Patih Rana atau Patih Ronggo" . Wafat di makamkan di Pesarean Sekarputih Kota Bondowoso. Radel Asral sebagai leluhur dari Trah Raden Tumenggung Soendjataningrat, Bupati Bangil. Raden Asrah adalah keturunan Raden Tumenggung Arya Dikoro dikenal "Bupati Sedo Bulangan" di Pamekasan. Gelar ini berkaitan dengan gugurnya beliau dalam membasmi pembrontak bernama Pak Lesap, asal desa Kalimohok-Bangkalan. Yang kemudian P Lesap dapat dibunuh oleh Patih Lentangmoesti dari Sumenep-Madura pada th 1740. ( Saat itu dalam Pemerintahan Gouvernur Generaal BAron van Imhoff ).

NB: Di Probolinngo ada makam Djoyolelono, ini adalah dikenal dengan nama Djolonokendang adalah Bupati Pejarakan-Probolinggo Th 1682 (sebelum jaman Oentoeng Soeropati raja Pasuruan Th 1686-1706). Sehingga jangan sampai keliru dalam menentukan makam Djoyolelono Bupati probolinggo.
17452/6 <97> Raden Tjondronegoro II (Pati) / Kyai Tumenggung Onggowidjoyo (Lamongan) [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 3 = Buyut dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:16 dari Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro Wafat di makamkan di Desa Puri Pati
titl: 1812 - 1839, Pekalongan, Bupati Pekalongan = Kyai Tumenggung Onggowidjoyo;
15253/6 <59> Sultan Muhamad Ngabdul Kadir [Banten]
Patrom:TranslationNeededPatrom:Needsources

Sułtani Bantamu

Dynastia Sunda

  • Sunan Gutung Dżati (władca Bantamu (Bantenu) w zachodnim krańcu wyspy Jawy ok. 1527-1552)
  • Zależność od Demaku 1527-przed 1582
  • Hasan ad-Din (ok. 1552-1570; sułtan od 1568) [syn]
  • Jusuf (ok. 1570-1580) [syn]
  • Muhammad (ok. 1580-1596) [syn]
  • Abd al-Kadir (1596-1631; regencja 1596-1624) [syn]
  • Ahmad Rahmat Allah (1631-1634) [syn]
  • Abu’l Fattah (1634-1680; usunięty, zmarł 1692) [syn]
  • Abd al-Kahhar (1672-1687) [syn]
  • Protektorat holenderski 1684/1753-1832
  • Jahja (1687-1689; regencja 1687) [syn]
  • Zajn al-Abidin (1689-1733) [brat]
  • Szafi (1733-1748; usunięty, zmarł 1758) [syn]
  • Fatima (regentka 1748-1750; usunięta, zmarła 1751) [żona]
  • Muhammad Wasi al-Halimin (1750-1753; usunięty, zmarł 1760) [syn wezyra Dipati-Ningrata, regenta z 1687)
  • Arif Zajn al-Aszikin (1753-1777) [syn Zajn al-Abidina]
  • Ali ad-Din I (1777-1802/4) [syn]
  • Muhji ad-Din I Zajn at-Talah (1804-1805) [brat]
  • Iszak Zajn al-Muttakin (1805-1808; usunięty, zmarł 1842) [syn nieślubny]
  • Ali ad-Din II (1808-1810; usunięty, zmarł 1849) [syn Ali ad-Dina I]
  • Safi ad-Din (1810-1811/6) [syn Muhji ad-Dina I]
  • Ahmad (regent 1811-1813) [syn Iszaka]
  • Muhji ad-Din II (1813-1816) [brat]
  • Rafi ad-Din (sułtan nominalny 1816-1832; usunięty, zmarł 1900) [syn Safi ad-Dina]
  • Holenderskie Indie Wschodnie podbijają Bantam 1832
15654/6 <63> Raden Harija Poerwanagara [?]
15755/6 <64> Raden Demang Hadiredjo I [?]
18256/6 <103> Kyai Abdullah [Lasem]
19257/6 <107+20> 1. Putri Djangrono II [Ki Ageng Brondong] 19858/6 <58+116!> Raden Ajeng Pusuh / Raden Ayu Kleting Ijo [Amangkurat I] 20259/6 <117> Kyai Singoprono I [Kanjeng Pangeran Danupoyo]
Kyai Singoprono I dimakamkan di Desa Nglembu Kecamatan Srambi Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
20360/6 <113> Pangeran Drajad (Kyai Ageng Jabbar) [Pajang]
20461/6 <58+116!> 5. Pangeran Haryo Singasari / Raden Mas Pandonga (Raden Haryo Tiron) [Amangkurat I]
20562/6 <118> Kyai Nur Muhammad [Pajang]
20663/6 <58+116!> 14. Pangeran Hario Mataram / Raden Mas Tapa [Amangkurat I]
20764/6 <120> Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran [Juru Martani]
20965/6 <58+116!> 3. Gusti Raden Ayu Pamot [Mataram]
21166/6 <58+116!> 6. Pangeran Silarong [Mataram]
21267/6 <58+116!> 7. Pangeran Notoprojo [Mataram]
21368/6 <116+58!> 8. Pangeran Satoto [Mataram]
21569/6 <116+58!> 10. Ratu Klenting Biru / Raden Ayu Pucang (Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo) [Amangkurat I] 21670/6 <116+58!> 12. Gusti Raden Ayu Mangkuyudo [Mataram]
21771/6 <116+58!> 13. Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja [Mataram]
21872/6 <116+58!> 15. Bendoro Raden Ayu Bendoro / Bendoro Raden Ayu Danurejo [Amangkurat I] 21973/6 <58+?> Nji Raden Ajoe ? (Amangkurat I) [?] 22074/6 <131+22> Nji Raden Ajoe NN Nn [Nn]
22175/6 <131+22> Ratu Kulon [?]
eured: <47> Sunan Amangkurat I [?] g. 1646 a. a. 1677, <48> Ratu Wetan [?]
22276/6 <139+132!> Raden Tumenggung Sontoyudo I [Mataram]
22377/6 <58> Pangeran Purbaya III [Amangkurat I] 22578/6 <138> Raden Padureja [Ki Juru Martani]
22679/6 <121> Raden Ayu Tumenggung Alap-alap [Senopati]
22780/6 <58> Bendoro Raden Ayu Klating Wungu [Amangkurat I] 22881/6 <58> Ratu Ayunan [Amangkurat I] 22982/6 <139> Kyai Gulu [Brawijaya V]
23083/6 <142+23> 2. Nyi Demang Hanggayuda [Bumidirdja] 23184/6 <143> Kyai Ragil [Ki Bekel] 23285/6 <142+23> 1. Wergonoyo [Bumidirdja]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
23386/6 <137> 1.1.15.4.5.2 Rd. Astrawangsa [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
23487/6 <137> 1.1.15.4.5.3 Rd. Narahita [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
23588/6 <137> 1.1.15.4.5.4 Rd. Pranawangsa [Kesultanan Mataram]
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
23689/6 <137> 1.1.15.4.5.1.5 Rd. Bagus Halipah [Kesultanan Mataram]
23890/6 <146> Nyai Muziroh [?]
23991/6 <147> Nyai Ageng Mustajiroh [?]
24192/6 <58+?> 17. Raden Doberes [Mataram]
24293/6 <149> Nyai Tumenggung Singaranu [Kyai Juru Martani]

7

2441/7 <151> Raden Mas Sengkuk [Mataram]
ganedigezh:
2452/7 <152> Sultan Ngabdul Patah [Banten]
ganedigezh:
2463/7 <153> Ratu Ayu [Cirebon]
ganedigezh:
2474/7 <153> Pangeran Darajad [Cirebon]
ganedigezh:
2485/7 <154> Sultan Mahyudin [Cirebon]
ganedigezh:
2496/7 <154> Raden Ajeng Ngabei Sinduprojo Pemalang [Cirebon]
ganedigezh:
2507/7 <154> Raden Ajeng Kuning [Cirebon]
ganedigezh:
2518/7 <154> Pangeran Samas [Cirebon]
ganedigezh:
2529/7 <155> Abu Sarwan [Pajang]
ganedigezh:
25510/7 <183+33> R Adipati Panji Arya Prawirodirdjo / Panji Dongke [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Surabaya, level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No 1 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
micher: Bupati Japan (Mojokerto);
eured:
R Adipati Panji Arya Prawirodirdjo adalah putera pertama dari Mas Adipati Djoyodirono II, dari 21 putera; Gelar yang dikenal adalah [[Kanjeng Mayor]] dan juga dikenal dengan nama gelar [[Kanjeng Mergoyoso]] Th 1829. Sebab setelah paripurna jabatan Bupati Japan (Mojokerto), bertempat tinggal di Mergoyoso Surabaya; Jabatan Bupati waktu itu Th 1810 menggantikan Kyai Tumenggung Soetonegoro ( Trah dari Tjinde_amoh, Probolinggo ), karena jabatannya ditarik kembali ke Kasunanan Surakarta, sehubungan dengan wilayah Surabaya dimasukkan dalam wilayah Gouverment Belanda. R Adipati Panji Arya Prawirodirdjo diberhetikan dari jabatannya oleh Gouverment Belanda, terindikasi memnyokong perjuangan Pangeran Diponegoro (Java Oorlog Th 1825, dalam peristiwa perang di Kartosuro, yang tertulis dalam sejarah R Tumenggung Djoyodirono III / Tumenggung Singkalan, pada halaman 47 sub IX nomor 2.
25711/7 <162+29> Kyai Demang Urawan [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:1 dari RP Dajyengrana / RT Tjokronegoro I
25812/7 <162> Nyai Ajeng Wangsengsari [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau puteri No:2 dari RP Dajyengrana / RT Tjokronegoro I
25913/7 <162> Nyai Ajeng Onggodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:4 dari RP Djayengrana / RP Tjokronegoro I
micher: Bupati Surabaya 1763 - 1783
26014/7 <162> Raden Adipati Panji Tjokronegoro II / Raden Panji Notokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:1 dari RP Dayengrono / RAP Tjokronegoro I
micher: Surabaya, Bupati Kasepuhan Surabaya 1785-1818 dan Bupati Sidoardjo 1863-1883
26115/7 <162> Raden Ngabei Mangkudjoyo = Mangkuyudo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:5 dari RP Dajyengrana / RT Tjokronegoro I
26216/7 <162> Raden Ngabei Sastrodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:6,
micher: Patih Dalem (lebet=dalam) Kabupaten Kasepuhan Surabaya
26317/7 <162> Nyai Ajeng Surodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 7 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I Dalam buku Silsilah tercatat ada yang menamakan Surodipuro, atau Surowidjoyo.
26418/7 <162> Mas Ngabei Notowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canngah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 8 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
26519/7 <162> Raden Rio Tjondrokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:9 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
26620/7 <162> Raden Ngabei Sosrowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 10 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
26721/7 <162> Raden Ngabei Mulyokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 11 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
26822/7 <162> Ngabei Onggowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 12 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I: Sebutan nama lain: Ngabei Onggodirdjo; Ngabei Onggokusumo.
Patih dalem Kabupaten Kudus
26923/7 <162> Nyai Ajeng Setjodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 13 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
27024/7 <162> Nyai Ajeng Djoyosupeno [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 14 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
27125/7 <162> Raden Ngabei Kertoyudo II [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 15 R Onggodjoyo / Tumenggung Djimat Tjondronegoro I
micher: Surabaya, Mantri Kabupaten
Mantri Kabupaten Surabaya
27226/7 <162> Nyai Ajeng Kromodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:16,
27327/7 <162> Raden Ayu Sarikusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:17,
Menikah dengan Bupati Bawean
27428/7 <162> Nyai Ajeng Sumoredjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putura No: 19,
27529/7 <162> Raden Ayu Adipati Tjondronegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No: 20, Menikah dengan Bupati Kudus
27630/7 <162> Nyai Ajeng Wiryodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:21,
27731/7 <162> Ngabei Priambodo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No: 22,berkediaman terakhir di Solo.
Bertempat tinggal di Surakarta/Solo
27832/7 <162> Nyai Ajeng Mertodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri nO;23,
27933/7 <162> Raden Ngabei Kertodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No:24,
28034/7 <162> Raden Ngabei Mangkudiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No:25,
Bekel Jenggal III
28135/7 <162> Raden Ayu Suryokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:26,
28236/7 <162> Nyai Ajeng Singosari [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:27,
28337/7 <162> Nyai Ajeng Onggodirono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:28,
28438/7 <162> Nyai Ajeng Dutowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:29.
28539/7 <162> Raden Ngabei Tjondrodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No:30, Berkediaman di Kranggan, Surabaya (saat itu)
Bertempat tinggal di Kranggan Surabaya
28640/7 <162> Nyai Ajeng Surodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:31,
28741/7 <162> Djoko Tangan [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No:32,
28842/7 <162> Djoyo Sumitro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No:33,
micher: Porong, Menjabat Wedana
28943/7 <183> Raden Bei Sepuh Djoyoadikoesoemo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No 2 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
douaridigezh: dibuang ( internier/= diasingkan ) ke pulau Ambon oleh pemerintah Belanda
29044/7 <183> R Bei Djoyoadiwinoto [Ki Agang Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.3 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
29345/7 <189> Raden Honggodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong, atau putera pertama R Arya Sindhuwongso. tempat tinggal di Kediri
29446/7 <190> Raden Panji Wongsodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera pertama dari Raden Panji Puspokusumo / Kyai Djonggot.
29547/7 <191> Raden Ayu Panji Notopuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 1 dari RM Banding Notopuro / Sawunggaling.
29648/7 <191> Raden Panji Djangrono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:2 dari RM Banding Notopuro = Sawunggaling.
29749/7 <191> Raden Panji Bujung [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:3 dari RM Banding Notopuro = Sawunggaling
29850/7 <159+27> Mas Bei Djoyodirdjo [Kyai Suronegoro]
ganedigezh: putera no: 1
29951/7 <159+27> Mas Ajeng Wirodirdjo [Kyai Suronegoro]
ganedigezh: puteri no: 2
30052/7 <161+28> Mas Bei Surodipuro [Kyai Surodipuro]
ganedigezh: Putera No:1
30153/7 <161+28> Mas Bei Ronodipuro [Kyai Surodipuro]
ganedigezh: Putera No: 2,
30254/7 <161+28> Mas Ajeng Ronggowidjoyo [Kyai Surodipuro]
ganedigezh: Puteri No: 3,
30355/7 <162> Djoko Maridin [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No:18,
30456/7 <162> Nyai Ajeng Tjodirono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Puteri No:32, ver: Raden Panji Moh.Lurus
30557/7 <162> Raden Bei Notodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Putera No: 33, ver: Raden Panji Moh.Lurus.
micher: Wedana Porong, (Investigasi mencatat: dalam sejarah Kawedanan(distric) Porong, pada waktu/ itu belum ada.
30658/7 <163> Mas Ajeng Demang Urawan [Suronegoro Semarang]
ganedigezh: Putera No:1
30759/7 <163> Mas Ajeng Setjodirono [Suronegoro Semarang]
ganedigezh: Puteri No:2,
30860/7 <163> Mas Ajeng Tosari [Suronegoro-Semarang]
ganedigezh: Puteri No:3,
30961/7 <164> Mas Ajeng Gondowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:1 dari Kyai Panji Wanengpati
31062/7 <164> Mas Ajeng Panji Tjokronegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:2 dari Kyai Panji Wanengpati
31163/7 <165+41> Raden Ajeng Mertokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:1 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
31264/7 <165> Raden Ranamedjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:2 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
31365/7 <165+41> Raden Purbokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:3 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
31466/7 <165+41> Raden Ajeng Sumodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:4 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
31567/7 <165+41> Raden Sumonegoro / Mas Bei Sumonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:5 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
31668/7 <165> Raden Djoyoatmodjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:6 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
31769/7 <165> Raden Tumenggung Tjondronegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:7 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
micher: Bupati Probolinggo
31870/7 <165> Raden Ayu Mloyodiningrat [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau puteri No:8 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
31971/7 <165> Raden Prawirodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:9 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32072/7 <165> Raden Panji Djoyosupeno [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:10 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32173/7 <165> Raden Purbonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:11 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
micher: Patih Banger (nama sekarang Probolinggo)
32274/7 <165> Raden Ayu Mangkukusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau puteri No:12 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32375/7 <165> Raden Niloperbongso [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:13 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32476/7 <165> Raden Adinegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:14 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32577/7 <165+41> Raden Ronokusumo / Mas Bei Ronokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau puteri No:15 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32678/7 <165> Raden Ajeng Surodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:16 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32779/7 <165> Raden Prawirokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:17 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32880/7 <165> Raden Ajeng Djoyodikromo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:18 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
32981/7 <165> Raden Ajeng Singosari / =Raden Ajeng Singonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:19 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
33082/7 <165> Raden Ajeng Priambodo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau puteri No:20 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro
33183/7 <165> Raden Ayu Djoyokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:21 dari Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro,
33284/7 <166> Ibu dari Rara Mariyah [Ronggolawe]
ganedigezh: Puteri No: 1 dari Nyai Ajeng Ronggolawe
33385/7 <166> Mas Ajeng Rono [Ronggolawe]
ganedigezh: Level 1 = Puteri ke 2 dari Nyai Ajeng Ronggolawe
33486/7 <166> Mas Ajeng Mertokusumo [Ronggolawe]
ganedigezh: Level 3 = Puteri ke 3 dari Nyai Ajeng Ronggolawe
33587/7 <167> Mas Bei Mangkudirdjo [Wiryokusumo]
ganedigezh: Level 1 = piutera ke 1 dari Raden Ajeng Wiryokusumo
33688/7 <167> Mas Bei Mamgkukusumo [Wiryolusumo]
ganedigezh: Level 1 = Putera ke 2 dari Raden Ajeng Wiryolusumo
33789/7 <175> Bindara Rara Garem [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong atau putera ke 1 Kyai Mayor Kertoyudo.
33890/7 <175> Bindara Rara Gaminah [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong atau putera ke 2 Kyai Mayor Kertoyudo.
34091/7 <177> Raden Ayu Suronegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 2 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba/luar Kabupaten Surabaya).
titl: Menikah dengan Bupati Magetan
34192/7 <177> Raden Ayu Purwo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 3 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
34293/7 <177> Raden Ayu Maospati [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 4 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
34394/7 <177> Raden Ayu Ronokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 5 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
34495/7 <177> Raden Ayu Resodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 6 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
34596/7 <177> Raden Ngabei Tjokrokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 7 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
34697/7 <177> Raden Ngabei Tjitrokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 8 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
34798/7 <177> Raden Ajeng Mangku [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 9 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
34899/7 <177> Raden Ngabei Gapuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 10 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
349100/7 <177> Raden Ajeng Anglingkusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 11 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
350101/7 <177> Raden Onggodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 12 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
351102/7 <177> Raden Ajeng Tirtodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 13 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
352103/7 <177> Raden Brotodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 14 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
353104/7 <177> Raden Ajeng Nitikusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 15 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya
354105/7 <177> Raden Ajeng Tirtowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 16 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
355106/7 <177> Raden Nagbei Onggopuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 17 Kyai Panji Onggowidjoyo (Patih Jaba Kabupaten Surabaya).
356107/7 <180> Mas Ajeng Djemerut [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 1 Mas Ngabei Mangkuyudo (Menantu Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro)
357108/7 <180> Mas Ajeng Ronggodi . . . . (tdk terbaca) [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 2 Mas Ngabei Mangkuyudo (Menantu Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro)
358109/7 <180> Mas Ajeng Singosari [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 3 Mas Ngabei Mangkuyudo (Menantu Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro)
359110/7 <180> Bokor Tjotom [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 4 Mas Ngabei Mangkuyudo (Menantu Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro)
360111/7 <180> Mas Bei Mangkuyudo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 5 Mas Ngabei Mangkuyudo (Menantu Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro)
361112/7 <181> Mas Bei Djoyowikromo [Ali Kubro]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 1 Nyai Ajeng Tambakhadji
362113/7 <181> Mas Bei Wangsengsari [Ali Kubro]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong Nyai atau putera ke 2 Nyai Ajeng Tambakhadji,
micher: Pengulu di desa Gedeg Kab. Mojokerto
363114/7 <181> Djoko Grude [Ali Kubro]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 3 Nyai Ajeng Tambakhadji
364115/7 <181> Mas Bei Tambakhadji Ngampel [Ali Kubro]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 4 Nyai Ajeng Tambakhadji
365116/7 <181> Mas Ajeng Sumodilogo / Mas Bei Djoyokusumo [Ali Kubro]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 5 Nyai Ajeng Tambakhadji
366117/7 <181> Nama tdk tercatat (menantu Patih Ireng) [Ali Kubro]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 6 Nyai Ajeng Tambakhadji
titl: Patih Ireng tidak terdapat catatan asal usul diri & jabatan, dan keturunannya yang sd 2009 pun tidak mengetahui. Dipetik dari Pakem Raden Ngabei Tjokrohadiwinoto, Semarang, didapat keterangan sbb.: Mas Tumenggung Yudonegoro, Patih Semarang, saat menjabat/
367118/7 <181> Mas Aruman [Ali Kubro]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 7 Nyai Ajeng Tambakhadji
368119/7 <194> Mas Ajeng Mertokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 2 Ki Mangkudipuro
369120/7 <194> Mas Bei Purbokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 1 Ki Mangkudipuro
370121/7 <194> Raden Ajeng Ario Pati [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Canggah Ki Ageng Brondong dari putera ke 3 KI Mangkudipuro
373122/7 <200> Han Eng Liong [HAN dinasti - China]
ganedigezh: Level 4 = Canggah dari Han Siong Kong; Atau putera ke 1 dari Han Liong Kong
micher: Kapiten China di .. (tdk ada catatan)
374123/7 <183+33> Mas T. Djoyodirono III /Tumenggung Singkalan [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No 5 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II. Diambil menantu Patih Kanoman Kromowidjoyo I, Surabaya dengan putrinya Raden Rara Tjetjek.
micher: Wedana Bendungan, Singkalan-Sidoarjo (= Sidokare)
marvidigezh: RT Djodirono III, Th.1827 turut serta dalam peperangan melawan Kyai T. Kertowiryo/bupatinya P.Dipenogoro (Java Oorlog 1825-1830) di Kertosono, mengalami kekalahan. Wafat dimakamkan di Ds Kramattumenggung (pinggit sungai Brantas/jl besar, 5 Km dari Mojoker
375124/7 <183+33> Nyai Ajeng Surodiwiryo . [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.6 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
376125/7 <183+33> Mas Bei Sumodirdjo / Mas Tumenggung Sumodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.7 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
micher: Patih Kanoman - Surabaya
377126/7 <183+33> Nyai Ajeng Ronodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No 8 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
378127/7 <183+33> Mas Bei Tirtoredjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.9 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
micher: Wedana Jenggala I - Sidoarjo ( NB:seharusnya Sidokare )
379128/7 <183+33> Mas Bei Kertoredjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.10 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
381129/7 <172+31> Raden Tumenggung Djoyodiningrat I [Panembahan - Tjokronegoro]
ganedigezh: Kebunan - Bangkalan;
titl: Mayor.
382130/7 <183> R Ayu Adipati Kromodjoyodirono / Kanjeng Perment = Gouverment [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.11 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
383131/7 <183> Mas Bei Tjokromangkudirono / Mas Bei Mangkudirono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: ., level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.12 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
micher: Wedana Lengkir - Lamongan.
384132/7 <201> Kyai Ng Kertoredjo / Djimat I [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 6 = Udeg-udeg; Adalah trah urutan ke 6 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
387133/7 <183> Mas Bei Mertowidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.13 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
micher: Wedana Porong.
388134/7 <183> Mas Bei Niloperbongso [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.14 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
389135/7 <183> Mas Bei Kertonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.15 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
390136/7 <183> Mas Bei Sumonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.16 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
micher: Mantri Gede = Mantr Kabupaten
391137/7 <183> Mas Bei Kertodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.17 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
392138/7 <183> Mas Ayu Tirtonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.18 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
393139/7 <183> Mas Bei Djoyomangkudirdjo / Djaid Mangkudirjo / Bunyamin [Ki Agemng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.19 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
394140/7 <183> Mas Rara Ejok / Deplok [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.20 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
395141/7 <183> R Tumenggung Kertokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.21 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
micher: Bupati Mojokerto
398142/7 <174> Raden Mas Adipati Haryo Hadiningrat / Pangeran Ario Tjondronegoro IV [Demak] 405143/7 <218+44> R Tumenggung Yudanegara II / R Bagus Mali - Banyumas [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta] 407144/7 <174> Raden Ayu Tjondronegoro III [Tjondronegoro II]
ganedigezh: Bupati Kudus 1830-1835
408145/7 <151> Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo) [Pakubuwono]
ganedigezh: Bupati Pasuruan 1751-1799
409146/7 <174> PA Tjondronegoro IV [?]
ganedigezh: Bupati DEmak
Bupati Brebes 1885-1908
431147/7 <231> 2. Ki Hanggayuda / Kyai Anggajoeda (Demang Hanggayuda) [Ki Bekel]
micher: Kutowinangun, Demang Di Kutowinangun
eured: <230!> 2. Nyi Demang Hanggayuda [Bumidirdja]
433148/7 <237> Adipati Jayaningrat Gajah Tlena [Kyai Ageng Ngerang I]
douaridigezh: (Makam Jejeran)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
439149/7 <240> Dalem Jayadimanggala [Mataram]
ganedigezh: singaparna
marvidigezh: Singaparna
418150/7 <224+?> 1.1.15.4.5.1.1 Rd. Wirawangsa or Rd Tmg Wiradadaha I [Wiradadaha]
titl: 1641 - 1674, Boepati Soekapoera ke I
douaridigezh: Pasir Baganjing
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


ASAL-USUL

Terbentuknya Pemerintahan di Sukapura, berkaitan erat dengan kemunduran serta kehancuran dari kejayaan Majapahit di Jawa Timur. Karena berawal dari sanalah cikal bakalnya Sukapura. Adalah Kanjeng Sunan Seda Krapyak atau Sultan Jolang (Sultan Mataram II) mempunyai putera bernama Pangeran Kusuma Diningrat . Pangeran Kusuma Diningrat merupakan salah satu pewaris tahta kerajaan pada waktu itu. sewaktu terjadi perang saudara antara Pajang dan Mataram, Pangeran Kusumah Diningrat belum dewasa, untuk menyelamatkannya beliau di titipkan pada Sultan Demak. Sambil menunggu peperangan selesai, Pangeran Kusumah Diningrat mengembara mencari ilmu, dan sampailah di tanah Sunda.Tepatnya di kampung Cibadak Kecamatan Singaparna sekarang. ( versi lain Kampung Padarek, Kecamatan Cigalontang ?). Beliau mendapat julukan ‘Pangeran Dago Jawa’.

Setelah menetap beberapa lama, Pangeran Kusuma diningrat menikah dengan R.A. Sudarsah, puteri dari Pangeran Rangga Gempol cucu Pangeran Geusan Ulun Sumedang dan kemudian mempunyai 5 orang putera :

1. Seureupeun Manangel
2. Seureupeun Cibeuli
3. Seureupeun Cihaurbeuti
4. Seureupeun Dawagung
5. Seureupeun Cibuniagung

Sareupeun Cibuniagung mempunyai putera bernama Raden Wiraha yang menjadi Umbul di Sukakerta dan beristri Nyai Ageung Puteri dari Sareupeun Sukakerta yang ibunya adalah keturunan Galuh (Imbanegara). Raden Wiraha berputra 5 orang yaitu :

1). Raden Wirawangsa;
2). Raden Astawangsa;
3). Raden Pranawangsa;
4). Raden Narahita;
5). Raden Bagus Chalipah

Versi wikipedia ( Pangeran Kusumah Diningrat menikah dengan Rd. Ayu Sudarsah. Putera Pangeran Rangga Gempol (Cucu Pangeran Geusan Ulun dari Sumedang). Beliau menurunkan putera 5 orang antara lain :

  1. Seureupeun Manangel
  2. Seureupeun Cibeuli
  3. Seureupeun Cihaurbeuti
  4. Seureupeun Dawagung
  5. Seureupeun Cibuniagung (yang menurunkan Sukapura). Seureupeun Cibuniagung berputera :
 1. Rd. Wirahadiningrat (Entol Wiraha) 
 2. Nyi Ageng Rd. Wirahadiningrat menikah dengan putera dalem Sukakerta, bernama Brajayuda ( Baratajayuda ? ) Keturunan dari Srigading Anteg (terah galunggung). Beliau mempunyai putera lima orang, antara lain: Rd. Wirawangsa, dari beliau lah dimulai masa pemerintahan bupati sukapura.)

BERDIRINYA SUKAPURA DAN PERKEMBANGANNYA

Rd. Wirawangsa alias Rd. Tumenggung Wiradadaha diangkat menjadi Bupati Sukapura pertama dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha, gelar yang diberikan Sultan Agung Mataram kepada putra Raden Wiraha yang pertama Raden Ngabehi Wirawangsa, Bupati Sukapura pertama (sekarang kota Tasikmalaya) karena telah berjasa menumpas pemberontakan Dipati Ukur Wangsanata (penguasa wilayah Priangan) tahun 1632. Selain Rd. Wirawangsa dijadikan Bupati, negara serta isinya diberi kemerdekaan. Pada saat pelantikan, namanya diganti menjadi Rd. Tumenggung Wiradadaha Ke-I. gelar tersebut diberikan Kanjeng Sultan tidaklah beralasan akan tetapi tetapi berdasarkan sifat serta kepribadian Kanjeng Bupati, Wira artinya satria, dadaha artinya keberanian.

Tidak lama kemudian dari semenjak menjadi Bupati, negaranya dipindahkan ke pelataran yang cocok untuk tempat tinggal Ratu yang bernama Sukapura tempatnya di Leuwi Lowa Kecamatan Sukaraja. Suka atau Soka yang artinya Tiang, Pura adalah Keraton. Dari sinilah mulai berdirinya Bupati Sukapura yang pertama. Yang dapat menggembirakan hati Kanjeng Bupati bukan sekedar kabupaten saja namun terlebih lagi adalah negara (Sukapura) dengan isinya dimerdekakan oleh Kanjeng Sultan Agung hingga tujuh turunan.

Dengan kemerdekaan ini, rakyat tidak perlu membayar upeti setiap tahun kepada Mataram, sehingga tidak memberatkan rakyat. Wilayah yang dimerdekakan berjumlah 12 yaitu :

  1. . Sukakerta, Pagerbumi serta Cijulang
  2. . Mandala dan Kelapa Genep
  3. . Cipinaha dan Lingga Sari
  4. . Cigugur, Parakan Tiga (Pameungpeuk) dan Maroko
  5. . Parung
  6. . Karang
  7. . Bojongeureun
  8. . Suci
  9. . Panembong (Garut)
  10. . Cisalak
  11. . Nagara
  12. . Cidamar

Sepertinya Kanjeng Sultan Agung belumlah merasa cukup membalas budi kesetiaan Kanjeng Bupati, maka oleh beliau selain ke 12 wilayah diatas, diberikan tambahan 3 wilayah lagi dari 9 wilayah yang disita dari Dipati Ukur, wilayah tersebut adalah :

  1. . Saunggantang
  2. . Taraju
  3. . Malangbong

Jumlah 15 wilayah tersebut terdiri dari 300 desa dengan 890 kepala keluarga yang diperkirakan masing-masing mempunyai 5 anggota keluarga. Selain dari itu Kanjeng Bupati tidak habis-habisnya dihormati meskipun oleh masyarakat yang tidak termasuk dalam wilayahnya. Pengangkatan tersebut dinyatakan dalam piagem bertitimangsa 9 Muharam Tahun Alip.

PIAGAM PENGANGKATAN BUPATI SUKAPURA, BANDUNG DAN PRAKANMUNCANG DARI SULTAN AGUNG

Penget srat piagem *)

Ingsoen soeltan Mataram kagadoeh dening ki-ngabehi Wirawangsa kang prasatja maring ingsoen, soen djenengaken mantri agoeng toemenggoeng Wira-dadaha Soekapoera, toemenggoeng Wirangoenangoen Bandoeng, Tanoebaja Prakanmoentjang, kang sami prasatja maring ingsoen. Angadeg kandjeng soeltan angroewat kang tengen angandika dén pada soeka wong agoeng sadaja, asoerak pitoeng pangkattan sarta angliliraken gamelan; lan pasihan ratoe kampoeh belongsong ratna koemambang, doehoeng sampana kinjeng, lan rasoekan, lan kandaga, lan lantéh, lan pajoeng-bawat, lan titihan, sarta titijang, kawoelaning ratoe, wedana kalih welas desané wong tigang atoes, dén perdikakaken déning wong agoeng Mataram, kang kalebetaken ing srat Panembahan Tjirebon, pangéran Kaloran, pangéran Balitar, pangéran Madioen, panembahan Soeriabaija, papatih Mataram sekawan, toemenggoeng Wiragoena, toemenggoeng Tanpasisingan, lan toemenggong Saloran, toemenggoeng Singaranoe. Kala anoerat ing dina saptoe tanggal ping sanga woelan Moeharam taoen alip, kang anoerat abdining ratoe, poen tjarik.

Terjemahan :

Piagam dari kami sultan Mataram diberikan kepada Ki Ngabéhi Wirawangsa yang setia kepada kami, diangkat menjadi Mantri Agung Tumenggung Wiradadaha (untuk) Sukapura, Tumenggung Wiranagunangun (untuk) Bandung, Tanubaya (untuk) Parakan-muncang, yang sama-sama setia kepada kami. Berdirilah kangjeng sultan dan mengangkat tangan kanan (sambil) bersabda, semua pembesar bergembira lah, bersorak tujuh kali dan bunyikan gamelan; dan raja memberikan pakaian kebesaran berhiaskan ratna kumambang, keris berpamor capung, pakaian, kotak kebesaran, tikar, payung-bawat (payung kebesaran), kuda tunggang, dan abdi dalem, 12 wedana dan desa dengan penduduk 300 orang dibebaskan dari kewajiban terhadap pembesar Mataram, seperti yang ditetapkan dalam surat (piagam) Panembahan Cirebon, Pangéran Kaloran, Pangéran Balitar, Pangéran Madiun, Panembahan Surabaya, empat patih Mataram, (yaitu) Tumenggung Wiraguna, Tumenggung Tanpasisingan, Tumenggung Saloran, dan Tumenggung Singaranu. Ditulis pada hari Sabtu tanggal 9 bulan Muharam tahun Alip, yang menulis abdi raja, jurutulis.

  • ) Dikutif dari K.F. Holle, “Bijdragen tot de Geschiedenis der Preanger-egentschappen”,

Selain Rd. Wirawangsa dijadikan Bupati, negara serta isinya diberi kemerdekaan. Pada saat pelantikan, namanya diganti menjadi Rd. Tumenggung Wiradadaha Ke-I, diberikan Kanjeng Sultan hal tersebut tidak sembarangan diberikan tetapi berdasarkan sifat serta kepribadian Kanjeng Bupati, Wira artinya satria, dadaha artinya keberanian. Tidak lama kemudian dari semenjak menjadi Bupati, negaranya dipindahkan ke pelataran yang cocok untuk tempat tinggal Ratu yang bernama Sukapura tempatnya di Leuwi Lowa Kecamatan Sukaraja. Suka atau Soka yang artinya Tiang, Pura adalah Keraton. Dari sinilah mulai berdirinya Bupati Sukapura yang pertama.

Selama tanah Sukapura menjadi wilayahnya, Kanjeng Bupati Wiradadaha Ke I dengan ponggawa-ponggawanya tidak henti-hentinya berjuang untuk kesejahteraan dan kemakmuran negara. Begitupun dengan rakyatnya memandang kepada Beliau sebagai Bapak Pelindung. Maka, rakyat dan pimpinannya selalu sejalan dan saling mengerti kemauan masing-masing sehingga negara Sukapura pada saat itu ads peribahasa Negara Loh Jinawi rea ketan rea keton sugih dunia teu aya kakarungan, tur aman tina banca pakewuh dapat dicapai.

Allah yang maha penguasa, pengasih dan penyayang, hanya dari Allah lah tidak ada barang atau kekayaan yang langgeng/kekal, serta masing-masing sudah ditentukan kodrat. Kabupaten Sukapura yang sedang menikmati kebahagiaan, mendadak suram citranya. Yang menjadi penyebab adalah meninggalnya Kanjeng Dalem Wiradadaha I, pengayom negara Sukapura, Bupati yang telah mengorbankan dirinya dalam peperangan demi negara serta isinya, telah berpulang ke alam baka. Jenazah Kg. Bupati dimakamkan di Pasir Baganjing, oleh sebab itu setelah wafat beliau sering disebut “Dalem Baganjing”. Lamanya memegang tampuk ke-bupatian adalah 42 tahun dan pada saat wafat meninggalkan 28 putra/putri yaitu :

  1. Rd. Wangsadipura
  2. Rd. Kartijasa
  3. Rd. Djajamanggala
  4. Rd. Anggadipa
  5. Rd. Wangsadikusumah
  6. Nyi Rd. Ajoe
  7. Rd. Pranadjaja
  8. Rd. Ardimanggala
  9. Rd. Tjandradipa
  10. Nyi Rd. Doekoeh
  11. Rd. Digajasa
  12. Rd. Wirandana
  13. Rd. Gentoer
  14. Nyi Rd. Katempel
  15. Rd. Anggawangsa
  16. Nyi Rd. Wanadapa
  17. Nyi Rd. Pelang
  18. Nyi Rd. Parnati
  19. Nyi Rd. Adjeng
  20. Rd. Poespawidjaja
  21. Rd. Darmamanggala
  22. Rd. Puspamanggala
  23. Rd. Kartadipa
  24. Rd. Wangsataruna
  25. Nyi Rd. Djampang
  26. Nyi Rd. Purba
  27. Nyi Rd. Sampan
  28. Nyi Rd. Widuri
Penggantinya adalah putra nomer 3 bernama Raden Djajamanggala
414151/7 <219+46> Raden Toemenggoeng Kartawidjaja / Sultan Anom I (Abil Makarimi Badriddin Sultan Anom (Kanoman)) [Cirebon]
ganedigezh: Cirebon
titl: 1677 - 1723, Cirebon, Sultan Kanoman I
marvidigezh: 1723, Cirebon
415152/7 <221+47> Sunan Amangkurat II [?]
micher: 1677, Mataram, Sultan Mataram ( 1677 - 1703 )
marvidigezh: 1703, Mataram
429153/7 <219+46> Pangeran Mas / Pangeran Adipati Kraton Katjirebonan (Pangeran Wangsakerta) [Cirebon]
titl: 1677, Cirebon, Panembahan Agung Gusti Cirebon
399154/7 <151+36> Raden Ayu Lembah [Pakubuwono] 243155/7 <150> Susuhunan Prabu Amangkurat III (Raden Mas Sutikna) (Mangkurat Mas) [Amangkurat II]
eured: <55> R.Ayu Honje [Honje] , <56> R. Ayu Masrani [Masrani] , <57> R.Ayu Alit [Alit]
eured: <399!> Raden Ayu Lembah [Pakubuwono] a. a. 1700
eured: <400!> Raden Ayu Himpun [Pakubuwono]
titl: 1703 - 1705, Kartasura, SULTAN MATARAM KE 6, Sunan Kartasura II Diputus : 52846
marvidigezh: 1734, Ceylon
== 'Amangkurat III' ==


Sri Susuhunan Amangkurat Mas, atau juga sering ditulis sebagai Amangkurat III atau Sunan Mas (tanggal lahir tidak diketahui, wafat di Sri Lanka tahun 1734), adalah raja Kasunanan Kartasura yang memerintah antara tahun 1703– 1705.


Taolenn

Asal-Usul

Nama aslinya adalah Raden Mas Sutikna. Menurut Babad Tanah Jawi, ia adalah putra Amangkurat II satu-satunya karena ibunya telah mengguna-guna istri ayahnya yang lain sehingga mandul. Mas Sutikna juga dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat di bagian tumit.

Dikisahkan pula bahwa Mas Sutikna berwatak buruk, mudah marah dan cemburu bila ada pria lain yang lebih tampan. Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, ia menikah dengan sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.

Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu Himpun adik Ayu Lembah.


Perselisihan dengan Pangeran Puger

Amangkurat III naik takhta di Kartasura menggantikan Amangkurat II yang meninggal tahun 1702. Konon, menurut Babad Tanah Jawi, sebenarnya wahyu keprabon jatuh kepada Pangeran Puger.

Dukungan terhadap Pangeran Puger pun mengalir dari para pejabat yang tidak menyukai pemerintahan raja baru tersebut. Hal ini membuat Amangkurat III resah. Ia menceraikan Raden Ayu Himpun dan mengangkat permaisuri baru, seorang gadis dari desa Onje.

Tekanan terhadap keluarganya membuat Raden Suryokusumo (putra Pangeran Puger) memberontak. Amangkurat III yang ketakutan segera mengurung Pangeran Puger sekeluarga. Mereka kemudian dibebaskan kembali atas bujukan Patih Sumabrata.

Dukungan terhadap Pangeran Puger untuk merebut takhta kembali mengalir. Akhirnya, pada tahun 1704, Amangkurat III mengirim utusan untuk membunuh Pangeran Puger sekeluarga, namun sasarannya itu lebih dulu melarikan diri ke Semarang.


Meninggalkan Kartasura

Pangeran Puger di Semarang mendapat dukungan VOC, tentu saja dengan syarat-syarat yang menguntungkan Belanda. Ia pun mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Pakubuwana I. Gabungan pasukannya bergerak tahun 1705 untuk merebut Kartasura. Amangkurat III membangun pertahanan di Ungaran dipimpin Pangeran Arya Mataram, pamannya, yang diam-diam ternyata mendukung Pakubuwana I.

Arya Mataram berhasil membujuk Amangkurat III supaya meninggalkan Kartasura. Ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I, yang tidak lain adalah kakaknya sendiri.

Pemerintahan Amangkurat III yang singkat ini merupakan kutukan Amangkurat I terhadap Amangkurat II yang telah meracuni minumannya ketika melarikan diri saat Kesultanan Mataram runtuh akibat pemberontakan Trunajaya tahun 1677 silam.

Konon, Amangkurat II dikutuk bahwa keturunannya tidak ada yang menjadi raja, kecuali satu orang (Amangkurat III) dan itu pun hanya sebentar. Kisah pengutukan ini terdapat dalam Babad Tanah Jawi yang ditulis pada masa pemerintahan raja keturunan Pakubuwana I sehingga kebenarannya sulit dibuktikan.


Perang Suksesi Jawa Pertama

Rombongan Amangkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa semua pusaka keraton. Di kota itu ia menyiksa Adipati Martowongso hanya karena salah paham. Melihat bupatinya disakiti, rakyat Ponorogo memberontak. Amangkurat III pun lari ke Madiun. Dari sana ia kemudian pindah ke Kediri.

Untung Suropati bupati Pasuruan yang anti VOC segera mengirim bantuan untuk melindungi Amangkurat III. Gabungan pasukan Kartasura, VOC, Madura, dan Surabaya bergerak menyerbu Pasuruan tahun 1706. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Suropati tewas. Putra-putranya kemudian bergabung dengan Amangkurat III di Malang.

Sepanjang tahun 1707 Amangkurat III mengalami penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya tahun 1708.


Pembuangan ke Sri Lanka

Pangeran Blitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak. Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.

VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka. Amangkurat III akhirnya meninggal di negeri itu pada tahun 1734.

Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun demikian, Pakubuwana I berusaha tabah dengan mengumumkan bahwa pusaka Pulau Jawa yang sejati adalah Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.


Catatan

Para sejarawan menyebut adanya tiga perang besar memperebutkan takhta di antara keturunan Sultan Agung, yang disebut dengan nama Perang Suksesi Jawa atau Perang Takhta, yaitu:

Perang Suksesi Jawa I (1704–1708), antara Amangkurat III melawan Pakubuwana I.
Perang Suksesi Jawa II (1719–1723), antara Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya.
Perang Suksesi Jawa III (1747–1757), antara Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I.

Kepustakaan

Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka* Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
413156/7 <220+?> Kyai Arya Djajapoespita [Djangrono]
ganedigezh: Surabaya
eured: <58> Nji Raden Ajoe Nn (Nn) [Nn]
micher: 1709, Surabaya, Jawa Timur, Bupati kasepuhan I Surabaya ( 1709 - 1718 )
marvidigezh: 1723, Kaap De Goede Hoop, Afrika Selatan
385157/7 <151+35> Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi) / Raden Mas Suryaputra (Prabu Mangkurat Jawa) [Amangkurat IV]
eured: <59> Ratu Amangkurat / Mas Ayu Karoh [Amangkurat]
eured: <60> Raden Ayu Susilowati Suropati [?]
eured: <61> Ratu Kencana / Ratu Mas Kadipaten [Sunan Kudus]
eured: <62> Mas Ayu Tejawati [Brawijaya]
eured: <63> Kanjeng Ratu Kencana / Kanjeng Ratu Amangkurat [Gp.Am.4.5] (Kanjeng Ratu Ageng) [Sunan Kudus]
eured: <64> Ratu Mas Wirasmoro [?] a. a. 15 Genver 1728
eured: <65> Mas Ayu Kambang ? (Mbok Ajeng Kambang) [?]
eured: <66> Mas Ayu Sasmita ? (Mbok Ajeng Sasmita) [?]
eured: <67> Mas Ayu Asmoro ? (Mbok Ajeng Asmara) [?]
eured: <68> Mas Ayu Sumanarsa / Raden Ayu Sepuh (Ratu Ayu Kulon) [/ Raden Ayu Sepuh] a. a. 1719
eured: <69> Mas Ayu Rangawita / Raden Ayu Bandandari ? (Raden Ayu Chandrasari/Rangawati) [Cendana]
eured: <70> Mas Ayu Tenaranga ? (Mas Ayu Pujawati) [?]
eured: <71> Mas Ayu Nitawati [?]
eured: <72> Mas Ayu Kamulawati [?]
eured: <73> Mas Ayu Waratsari ? (Mbok Ajeng Waratsari) [?]
eured: <74> Mas Ayu Puspita ? (Mbok Ajeng Puspita) [?]
eured: <75> Mas Ayu Tanjangpura ? (Mbok Ajeng Tanjangpura) [?]
eured: <76> Mas Ayu Rangapura ? (Mbok Ajeng Rangapura) [?]
eured: <77> Mas Ayu Kamudewati ? (Mbok Ajeng Kamudewati) [?]
eured: <78> Raden Ayu Arawati ? (Ratu Ayu Kulon) [?]
eured: <79> Ratu Malang [?]
titl: 1713, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangku Negara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram
titl: 1719 - 1726, SULTAN MATARAM KE 7 (1719-1726), SUNAN KARTASURA KE IV bergelar Sri Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa
eured: <80> Raden Ayu Brebes [Martalaya]
torr-dimeziñ: <80!> Raden Ayu Brebes [Martalaya]
marvidigezh: 20 Ebrel 1726, Kertasura
Adm: R. Endang Suhendar Diponegoro

Taolenn

Amangkurat IV

Sri Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa atau disingkat Amangkurat IV (lahir: Kartasura, ? - wafat: Kartasura, 1726) adalah raja keempat Kasunanan Kartasura yang memerintah tahun 1719 - 1726.

Silsilah

Nama aslinya adalah Raden Mas Suryaputra, putra dari Pakubuwana I yang lahir dari permaisuri Ratu Mas Blitar (keturunan Pangeran Juminah, putra Panembahan Senopati dengan Retno Dumilah putri Madiun).

Amangkurat IV memiliki beberapa orang putra yang di antaranya menjadi tokoh-tokoh penting, misalnya, dari permaisuri lahir Pakubuwana II pendiri keraton Surakarta, dari selir Mas Ayu Tejawati lahir Hamengkubuwana I raja pertama Yogyakarta, dan dari selir Mas Ayu Karoh lahir Arya Mangkunegara, ayah dari Mangkunegara I.

Reaksi Terhadap Pengangkatannya[sunting]Pangeran Arya Dipanegara adalah putra Pakubuwana I yang lahir dari selir. Pada tahun 1719 ia ditugasi menangkap Arya Jayapuspita, pemberontak dari Surabaya (adik Adipati Jangrana). Mendengar berita kematian ayahnya yang dilanjutkan dengan pengangkatan Amangkurat IV sebagai raja baru membuat Dipanegara enggan pulang ke Kartasura.

Arya Dipanegara lalu mengangkat diri menjadi raja bergelar Panembahan Herucakra yang beristana di Madiun. Ia bergabung dengan kelompok Jayapuspita yang bermarkas di Mojokerto. Bersama mereka menyusun pemberontakan terhadap Amangkurat IV yang dilindungi VOC.

Sementara itu, Amangkurat IV juga berselisih dengan kedua adiknya, yaitu Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya. Kedua pangeran itu akhirnya dicabut hak dan kekayaannya oleh Amangkurat IV.

Pangeran Blitar akhirnya memberontak di istana dengan dukungan kaum ulama yang anti VOC. Pangeran Purbaya dan Arya Mangkunegara (putra Amangkurat IV) bergabung dalam pemberontakan itu. Namun karena pihak Amangkurat IV lebih kuat, para pemberontak akhirnya menyingkir meninggalkan Kartasura.

Pangeran Blitar lalu membangun kembali kota Karta (bekas istana Mataram zaman Sultan Agung). Ia mengangkat diri sebagai raja bergelar Sultan Ibnu Mustafa Paku Buwana, dan kerajaannya disebut Mataram Kartasekar.

Paman Amangkurat IV, yaitu Arya Mataram juga meninggalkan Kartasura menuju Pati di mana ia mengangkat diri sebagai raja di sana.

Perang Suksesi Jawa Kedua[sunting]Perang saudara memperebutkan takhta Kartasura yang oleh para sejarawan disebut Perang Suksesi Jawa II ini menyebabkan rakyat Jawa terpecah belah. Sebagian memihak Amangkurat IV yang didukung VOC, sebagian memihak Pangeran Blitar, sebagian memihak Pangeran Dipanegara Madiun, dan sebagian lagi memihak Pangeran Arya Mataram.

Pangeran Blitar berhasil membuat Jayapuspita (sekutu Dipanegara) memihak kepadanya dan menggunakan kekuatan Mojokerto itu untuk menggempur Madiun. Arya Dipanegara kalah dan menyingkir ke Baturrana. Di sana ia ganti dikejar-kejar pasukan Amangkurat IV. Akhirnya, Dipanegara pun menyerah pada Pangeran Blitar dan bergabung dalam kelompok Kartasekar.

Pada bulan Oktober 1719 pihak Kartasura dan VOC menumpas paman Amangkurat IV lebih dahulu, yaitu Arya Mataram yang memberontak di Pati. Putra Amangkurat I ini ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung di Jepara.

Pada bulan November 1720 gabungan pasukan Kartasura dan VOC menyerang Mataram. Kota Kartasekar dihancurkan sehingga kelompok Pangeran Blitar menyingkir ke timur.

Satu per satu kekuatan pemberontak berkurang. Jayapuspita meninggal karena sakit tahun 1720 sebelum jatuhnya Kartasekar. Pangeran Blitar sendiri juga meninggal tahun 1721 akibat wabah penyakit saat dirinya berada di Malang.

Perjuangan dilanjutkan Pangeran Purbaya yang berhasil merebut Lamongan. Namun kekuatan musuh jauh lebih besar. Perang akhirnya berhenti tahun 1723. Kaum pemberontak dapat ditangkap. Pangeran Purbaya dibuang ke Batavia, Pangeran Dipanegara Herucakra dibuang ke Tanjung Harapan, sedangkan Panji Surengrana (adik Jayapuspita) dan beberapa keturunan Untung Suropati dibuang ke Srilangka.

Akhir Pemerintahan[sunting]Amangkurat IV kemudian berselisih dengan Cakraningrat IV bupati Madura (barat). Cakraningrat IV ini ikut berjasa memerangi pemberontakan Jayapuspita di Surabaya tahun 1718 silam. Ia memiliki keyakinan bahwa Madura akan lebih makmur jika berada di bawah kekuasaan VOC daripada Kartasura yang dianggapnya bobrok.

Hubungan dengan Cakraningrat IV kemudian membaik setelah ia diambil sebagai menantu Amangkurat IV. Kelak Cakraningrat IV ini memberontak terhadap Pakubuwana II, pengganti Amangkurat IV.

Amangkurat IV sendiri jatuh sakit bulan Maret 1726 karena diracun. Sebelum sempat menemukan pelakunya, ia lebih dulu meninggal dunia pada tanggal 20 April 1726.

Amangkurat IV digantikan putranya yang baru berusia 15 tahun bergelar Pakubuwana II sebagai raja Kartasura selanjutnya.

Catatan

Para sejarawan menyebut adanya tiga perang besar memperebutkan takhta di antara keturunan Sultan Agung. Ketiganya disebut Perang Suksesi Jawa atau Perang Takhta.

Perang Suksesi Jawa I terjadi tahun 1704-1708 antara Amangkurat III melawan Pakubuwana I. Perang Suksesi Jawa II terjadi tahun 1719-1723 antara Amangkurat IV melawan saudara-saudaranya (lihat artikel di atas). Perang Suksesi Jawa III terjadi tahun 1746-1757 antara Pakubuwana II dan Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I.

Kepustakaan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu


Ratu Amangkurat



Sang God Mother & Intrik-Intrik Istana



Ratu Amangkurat atau Ratu Kencana atau Ratu Ageng adalah gelar yang diberikan kepada isteri kelima dari 21 isteri Amangkurat IV. Ratu Amangkurat hidup dalam masa pemerintahan paling tidak 5 raja, yaitu Amangkurat III (1703-1708) dan PB I/Pangeran Puger (1705-1719), Amangkurat IV /Amangkurat Jawi (1719-1726), PB II (1726-1749) dan PB III (1749-1788).

Ratu Amangkurat adalah anak dari Raden Adipati Tirtakusuma, Bupati Kudus. Sebelum diperisteri oleh Amangkurat IV, ia adalah janda dari bekas Bupati Jepara. Tidak diketahui apakah suami pertamanya meninggal atau memang ia dicerai oleh suaminya saat ia diperisteri oleh Amangkurat IV. Anehnya lagi dalam perkawinannya dengan Sunan Amangkurat IV itu, ia dimadu dengan adiknya sendiri. Adiknya tersebut bergelar Ratu Kencana/ Ratu Mas Kadipaten[1]. Adapun isteri -isteri Amangkurat IV selengkapnya yang tercatat (termasuk Ratu Amangkurat) adalah :

o Mas Ayu Sumanarsa/RA Sepu/RA Kulon (Meninggal di Lumajang 1719 dan dimakamkan di Imogiri. Dengan Sunan Amangkurat IV ia berputera PA (Pangeran Aria) Mangkunegara, ayah pendiri Pura Mangkunegaran)

o Mas Ayu Nitawati

o Mas Ayu Kamulawati

o RA Arawati/ RM Sundaya /RA Kulon (Anak Adipati Sindupraya dari Pemalang)

o Ratu Amangkurat (Anak Bupati Kudus, Raden Adipati Tirtakusuma, dan janda dari bekas Bupati Jepara. Ratu Amangkurat dengan Sunan Amangkurat IV dikaruniai anak yang kelak menjadi raja dengan gelar Pakubuwono II)

o Mbok Ajeng Kamudewati

o Ratu Kencana/ Ratu Mas Kadipaten (Adik Ratu Amangkurat. Dari perkawinannya dengan Sunan Amangkurat IV, ia dikaruniai anak yang bergelar Pangeran Buminata I. Pangeran ini kawin dengan RA Tembelek, bekas isteri PB II)

o Mbok Ajeng Rangawita / Raden Bandandari/RA Chandrasari/ Rangawati (anak Pangeran Cendana dari Kudus)

o Mbok Ajeng Sasmita

o Mbok Ajeng Asmara

o Mbok Ajeng Tejawati/Mas Ayu Tejawati (Anak dari hasil perkawinannya dengan Sunan Amangkurat IV bernama RM Sujana / PA Kartasurya / PA Mangkubumi yang kelak menjadi raja Yogyakarta dengan gelar Hamengkuwuwana I)

o Mbok Ajeng Rangapura

o Mbok Ajeng Puspita

o Mbok Ajeng Tanjangpura

o Mbok Ajeng Waratsari

o Mbok Ajeng Kambang

o Mas Ayu Tenaranga/Mas Ayu Pujawati

o Ratu Malang

o RA Brebes (Anak perempuan RA Martalaya Bupati Brebes. Sebelum menikah dengan Amangkurat IV, ia adalah janda dari RM Sudhama / Pangeran Aria Blitar, saudara kandung Amangkurat IV. Ia kawin dengan Amangkurat IV pada tahun 1722 dan bercerai dengannya tahun 1726)

o Anak perempuan Tumenggung Suradiningrat

o Ratu Mas Wirasmara (Wanita peranakan Cina yang dihadiahkan oleh Adipati Semarang kepada Amangkurat IV. Perempuan ini masih perawan saat raja tersebut meninggal. Ia dihamili dan kemudian diperisteri oleh Pakubuwono II pada bulan Agustus 1726. Wirasmara dikabarkan dibunuh tanggal 15 Januari 1728 – karena skandalnya dengan PA Mangkunegara - dan kemudian dimakamkan di Imogiri)[2].

Ratu Amangkurat mempunyai dua anak dari Amangkurat IV yaitu Raden Mas Gusti Prabhu Suyasa (yang kelak menjadi PB II) dan Raden Ayu Bengkring / Kanjeng Ratu Maduratna (1711-1738, yang kelak menjadi isteri Cakraningrat dari Madura). Amangkurat IV meninggal 20 April 1726. Ada kabar bahwa kematiannya akibat diracun. Pakubuwono II kemudian menggantikannya.

Selama Pakubuwono II memerintah, dikabarkan bahwa Ratu Amangkurat, disamping Patih Danureja, banyak berperan dalam politik di istana. Belanda pun menganggap bahwa baik Ratu Amangkurat maupun Patih Danureja adalah orang-orang yang cerdik. Beberapa hal yang dicatat sebagai kiprah politik dari Ratu Amangkurat ini di antaranya adalah :

· Untuk mendekati PB II, para bupati daerah atau para pejabat lainnya di lingkungan Kerajaan Mataram, seringkali perlu beraudiensi terlebih dahulu dengan Ratu Amangkurat. Mereka menganggap bahwa ibu suri ini banyak berpengaruh atas puteranya yang menjadi raja itu.

· Atas permohonan Ratu Amangkurat (ibu PB II), hukuman mati yang hendak dijatuhkan oleh PB II kepada PA Mangkunegara – yang melakukan skandal dengan selir PB II - diubah menjadi hukuman buang ke luar Jawa.

Ratu Amangkurat menurut catatan sejarah tidak luput dari skandal. Tahun 1729, selama lebih dari setahun, Ratu Amangkurat (yang telah menjadi janda) diberitakan hidup bersama dengan Raden Surawijaya. Hampir tiap malam Raden Surawijaya menghibur ibu suri tersebut. Suatu hal yang tak disukai oleh PB II (PB II saat itu berusia 19 tahun), anak kandung Ratu Amangkurat sendiri. PB II memerintahkan Tirtawiguna, Wirajaya dan kemudian Mangunnagara untuk membunuhnya. Namun ketiganya menghindar. Akhirnya Danurejalah yang disuruh. Surawijaya kemudian dibunuh tanggal 21 Oktober 1729 di bawah pohon beringin di Paseban. Karena tahu siapa otak pembunuhan kekasihnya itu maka Ratu Amangkurat lalu bergabung dengan lawan-lawan politik Danureja.

Hasilnya mulai terlihat pada Januari 1730 saat orang-orang kesayangan Danureja banyak dicopot dari jabatannya. Sejak saat itu Danureja kehilangan kontrol dalam pengangkatan pejabat baru.

Adik Ratu Amangkurat sendiri, yang menjadi madunya, Ratu Kencana/ Ratu Mas Kadipaten juga berselingkuh. Ia – yang janda AM IV - didakwa bermain serong dengan Raden Anggakusuma, pengurus rumah tangga Pangeran Buminata (anak Ratu Mas dengan AM IV). Ratu Mas hamil dan karena itu istana menjadi geger. Raden Anggakusuma kemudian dihukum cekik tanggal 17 Maret 1735 di kediaman Demang Urawan /P Arya Purbaya / Patih Sunan PB II atas perintah Sunan.

Rupanya perselingkuhan di dalam lingkungan istana waktu itu sudah demikian runyamnya. Sekitar tahun 1739, misalnya, dikabarkan salah seorang selir PB II selingkuh dengan anak lelaki Tumenggung Tirtawiguna. Anak lelaki tersebut dengan menyamar sebagai wanita masuk keputren. Ketika ketahuan, dia dan kekasihnya dieksekusi secara diam-diam. Kemudian tahun 1740, Resajiwa, seorang lurah pengawas barang-barang rumah tangga kerajaan, terlibat korupsi barang sitaan dan main selingkuh dengan selir-selir PB II

Keadaan politik yang kacau disertai dengan berbagai skandal asmara itu menyebabkan banyak pihak tidak puas. Ketidakpuasan demi ketidakpuasan terjadi dan bermuara pada timbulnya pemberontakan. Tanggal 30 Juni 1742, Kartasura diduduki pemberontak Cina yang berkolaborasi dengan tokoh-tokoh lainnya yang tidak puas kepada PB II. Ratu Amangkurat, PB II dan keluarga keraton lainnya terpaksa mengungsi dan ujung-ujungnya, Belanda lah yang kembali “menyelamatkan” raja dan keluarganya sehingga mereka berhutang budi kepada kolonialis Eropa tersebut.

Tanggal 20 Desember 1742, Kartasura yang telah dibebaskan pasukan Madura -bekerja sama dengan Belanda - dari pemberontak, diserahkan kembali kepada PB II. Tanggal 21 Desember 1742, Ratu Amangkurat bertangis-tangisan dengan anaknya PB II di Kartasura karena demikian bahagia bahwa Kartasura telah dibebaskan kembali dari para pemberontak.

Demikian riwayat singkat kiprah Ratu Amangkurat, sesosok perempuan yang pernah menjadi raja atas raja sehingga sempat menentukan arah kebijaksanaan dari Kerajaan. Dalam kaitan ini ada banyak hal yang dapat disimpulkan dari kisah Ratu Amangkurat tersebut. Di antaranya adalah :

· Hidup sebagai permaisuri mungkin merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Ratu Amangkurat walaupun periodenya cuma 7 tahun (1719-1726 M). Namun mungkin ada perasaan sedih karena ia dimadu dengan adiknya sendiri.

· Sebagai ibu dari raja yang masih muda, intervensinya di dunia perpolitikan telah menyebabkan timbulnya pusat kekuasaan baru. Bersama Patih Danureja, ia banyak menentukan kebijaksanaan di pemerintahan Mataram.

· Sebagai wanita yang berpolitik di tingkat tinggi, apalagi suaminya AM IV telah mangkat, kemungkinan besar Ratu Amangkurat sangat kesepian. Mungkin itulah yang menyebabkanmya ia lantas berselingkuh. Posisinya sebagai ibu suri telah menyelamatkannya dari hukuman sementara pasangan selingkuhnya dihukum mati.

Sumber : · Christopher Buyers,2002. The Surakarta Dinasty, October 2001-January 2002. Diakses via Internet. · Willem Remmelink, 2001. Perang Cina. Penerbit Jendela, Wates, Jogyakarta. [1] Amangkurat IV – yang tercatat mempunyai 41 anak - adalah anak Pakubuwono I (P Puger). Pakubuwono I adalah saudara Amangkurat II yang dengan dukungan Belanda berhasil menjadi Raja Mataram setelah mengkudeta Sunan Mas / Amangkurat III (1703-1705)

[2] Dikabarkan bahwa Wirasmara bermain cinta dengan PA Mangkunegara, anak Amangkurat IV dari isterinya yang bernama Mas Ayu Sumanarsa/RA Sepu/RA Kulon. Tanggal 15 Januari 1728, Wirasmara dibunuh atas perintah Pakubuwono II.
397158/7 <151> Pangeran Diposonto / Ki Ageng Notokusumo / Raden Martataruna (Raden Mas Mesir) [Pakubuwono I]
marvidigezh: 1719
403159/7 <151+37> Gusti Pangeran Haryo Adipati Diponegoro Madiun / Raden Mas Papak (Panembahan Eru Chokro Senopati Panatagama) [Pakubuwono I]
marvidigezh: 1720
402160/7 <151+35> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Blitar / Sultan Ibnu Mustafa Paku Buwana (Raden Mas Sudhomo) [Pakubuwono I]
eured: <80!> Raden Ayu Brebes [Martalaya]
marvidigezh: Gwengolo 1721
404161/7 <151+35> Pangeran Adipati Purbaya / Gusti Panembahan Purbaya (Raden Mas Sasangka) [Pakubuwono I]
marvidigezh: 11 Du 1726
401162/7 <151+37> Gusti Raden Mas Suryokusumo / Gusti Pangeran Haryo Ngabehi Salor ing Pasar (Raden Mas Sudhiro) [Pakubuwono]
marvidigezh: 1737
411163/7 <151> Tumenggung Honggowongso / Tumenggung Arungbinang I Joko Sangrib (Kentol Surawijaya / Hangabehi Hangawangsa) [Arungbinang]
micher: Surakarta, Diangkat menjadi Mantri Gladak
eured: <81> Mas Ajeng Kuning [Pelegen]
eured: <82> Mas Ajeng Dewi [?]
eured: <83> Mas Ajeng Ragil [?]
eured: <84> Dewi Retno Nawangwulan [?]
titl: 1749, Diangkat menjadi Bupati Nayaka dengan gelar Raden Tumenggung Aroeng Binang oleh Susuhunan Pakubuwono III
339164/7 <177> Raden Tumenggung Panji Tjondronegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 4 = Wareng dari Ki Ageng Brondong atau putera ke 1 Kyai Panji Onggowidjoyo
micher: < 1850, Surabaya, Patih Jaba (luar) Kabupaten Surabaya
micher: 1850 - 1881, Mojokerto, Bupati Mojokerto
291165/7 <183> R Bei Tjokrodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: 11 Here 1981, Malang, level 4 = Canggah dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.4 dari 21 putera Mas Adipati Djoyodirono II.
253166/7 <156> Raden Tumenggung Sastrawinata I [?]
254167/7 <157> R. Demang Hadiredjo II [?]
256168/7 <151+39> Bandoro Raden Ayu Manis [Paku Buwono ke I Kasunanan Kartosuro, Lahir Dari Mas Ayu Tjondrowati Dari Jurug-Solo]
292169/7 <182> Kyai Onggoyudo Sidayu [Sidayu Gresik]
371170/7 <198+372!> Pangeran Aria Banupaya [?]
372171/7 <199> Pangeran Adipati Wiramenggala II (Cangkalsewu) [Pajang] 380172/7 <163> Mas Ajeng Suronegoro [Surowijoyo]
386173/7 <202> Kyai Singoprono II [?]
396174/7 <203> Pangeran Bunguh (Sumare ing Sedayu) [Pajang]
400175/7 <151+38> Raden Ayu Himpun [Pakubuwono]
406176/7 <205> Kyai Nur Bagus [Pajang]
410177/7 <174> Ψ TRah TJONDRONEGORO-pantura Lamongan, Kudus,brebes [Lamongan, Kudus,brebes]
412178/7 <207> Raden Ajeng Temu [Juru Martani] 416179/7 <222> Raden Tumenggung Sontoyudo II [Mataram]
417180/7 <226> Raden Rongga Gendereh [Senopati]
419181/7 <224> 1.1.15.4.5.1.2 Rd. Astrawangsa [Sumedang Larang]
420182/7 <224> 1.1.1.4.5.1.3 Rd. Narahita [Sumedang Larang]
421183/7 <224> 1.1.1.4.5.1.4 Rd. Pranawangsa [Sumedang Larang]
422184/7 <224> 1.1.1.4.5.1.5 Rd. Bagus Halipah [Sumedang Larang]
423185/7 <151> Gusti Pangeran Haryo Pamot [Pakubuwono I]
424186/7 <151> Gusti Pangeran Haryo Prangwedono / Raden Mas Ontowiro (Raden Mas Kawa) [Pakubuwono I]
425187/7 <151> Gusti Bendoro Raden Ayu Mataun [Pakubuwono I] 426188/7 <151> Gusti Bendoro Raden Ajeng Demes / Kanjeng Ratu Maduretno (Gusti Kanjeng Ratu Ayunan) [Pakubuwono I] 427189/7 <151> Bendoro Raden Ayu Ronggo Prawirodirjo [Pakubuwono I] 428190/7 <151+35> Gusti Kanjeng Ratu Timur [Pakubuwono I]
430191/7 <229> Kyai Honggowongso [Brawijaya V]
432192/7 <229> Kyai Joyowongso [Brawijaya V]
434193/7 <214> Raden Ayu Anom Panular [Amangkurat I] 435194/7 <218> Raden Ngabehi Kertoyudo [Yudanegara I]
436195/7 <213> Kanjeng Adipati Wironegoro I [Amangkurat I]
437196/7 <222> Raden Ayu Sontoyudo [Majapahit]
438197/7 <238+239!> Asnawi Sepuh, KHR ? (Asnawi Kudus) [?] 440198/7 <242+?> Nyai Adipati Singaranu [Kyai Juru Martani]

8

4441/8 <245> Sultan Haji [Banten]
ganedigezh:
4452/8 <244> Raden Mas Ario Macan Darat [Mataram]
ganedigezh:
4463/8 <252> Halimah [Pajang] 4504/8 <255> Raden Ayu Rangga [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran, atau putera No 1 dari 5 putera Mas Adipati Arya Prawirodirdjo (RB Dongke) Bupati Japan=Mojokerto; Atau Kanjeng Mergoyoso.
4515/8 <255> R Ayu Notoredjo / Notodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran, atau putera No 1 dari 5 putera Mas Adipati Arya Prawirodirdjo (RB Dongke) Bupati Japan=Mojokerto; Atau Kanjeng Mergoyoso.
micher: Suami R Notodirdjo menjabay Wedana Lamongan
4526/8 <255> R Ayu Tjokrodiredjo / Tjokrodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran, atau putera No 3 dari 5 putera Mas Adipati Arya Prawirodirdjo (RB Dongke) Bupati Japan=Mojokerto; Atau Kanjeng Mergoyoso.
4537/8 <255> R Ay Prawiroadinegoro / R Ay Prawirodiningrat [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran, atau putera No 4 dari 5 putera Mas Adipati Arya Prawirodirdjo (RB Dongke) Bupati Japan=Mojokerto; Atau Kanjeng Mergoyoso
4548/8 <255> R Arya Prawirodinoto [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran, atau putera No 5 dari 5 putera Mas Adipati Arya Prawirodirdjo (RB Dongke) Bupati Japan=Mojokerto; Atau Kanjeng Mergoyoso
micher: Mantri Besar/Gede Kabupaten Japan (= Mojokerto).
eured: <92> R Ayu Roekminah [Kromodjayan]
eured: <93> Vrouwelijke Ziklinie / Tdk Tercatat Nama [Pangeran Sedayu] g. 30 Mae 1952
4559/8 <255> R Ayu Soeroadiningrat [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran, atau putera No 6 putera Mas Adipati Arya Prawirodirdjo (RB Dongke) Bupati Japan=Mojokerto; Atau Kanjeng Mergoyoso (versi PK5)
micher: Menikah dengan Bupati Sedayu
45610/8 <255> R Ayu Pangeran Kolonel (tdk Ada Catatan Nama Asli) [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran, atau putera No 7 putera Mas Adipati Arya Prawirodirdjo (RB Dongke) Bupati Japan=Mojokerto; Atau Kanjeng Mergoyoso (versi PK5)
45711/8 <374> R Mas Bei Wiryodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.1 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
45812/8 <374> R Mas Bei Prawirodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.2 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: Wedana Jenggala II
45913/8 <374> Mas Bei Purwodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.3 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: Wedana Rawa Pulo II
eured:
eured:
46014/8 <374> Mas Bei Djoyodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.4 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: Wedana Jenggala IV
46115/8 <374+?> R Djoyoadinegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.5 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: Wedana Bendungan Lengkong
46216/8 <374+?> R Ajeng Manisah / R Ayu Onggodimedjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.6 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
46317/8 <374> Mas Bei Adiwidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.7 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: Asisten Wedana Gunung Kendeng
46418/8 <374> R Ajeng Ratminah / R Ayu Kromoadiputro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.8 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: R kromoadiputro menjabat Wedana Lengkong
46519/8 <374> R Ayu Nitidirdjo Onggoadikusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.9 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: Isteri Patih Mojokerto
46620/8 <374> R Onggowidjoyo / Onggokusumo / Aris Panjangjiwa [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.10 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
46721/8 <256+85> Raden Mas Haryo Panji Tohpati [Raden Trenggono]
ganedigezh: Level 7 = Gantung siwur ke 1 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 BPH Suronegoro /Pangeran Wahdat
titl: Kasunanan Kartosuro
46822/8 <260> Raden Ayu Tjokrodirono [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:1 dari R AP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
46923/8 <260> Raden Ayu Tjokrodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:2 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
47024/8 <260> R A P Padmonegoro / R.P Tjokronotokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:3 dari R AP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Bupati Kudus
eured: <94> Bandoro Raden Ayu Sekar Kedaton [Paku Buwono]
eured: <95> RM Arya Tjondrodiningrat [Ki Ageng Brondong]
eured: <94!> Bandoro Raden Ayu Sekar Kedaton [Paku Buwono]
Bupati Kudus menikah dengan Ratu Sekar Kedaton (putri PB Kasunanan Surakarta)
47125/8 <260> Raden Tumenggung Panji Notonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:4 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Probolinggo, Bupati Probolinggo, adalah menantu Sultan Sumenep Panembahan Sumolo = Notokusumo I, dan Panembahan Sumolo adalah putera Bandoro Saut,alias Raden Tumenggung Tirtonegoro Bupati Sumenep.
RAP Notonegoro diambil menantu Sultan Sumenep Panembahan Sumolo ( Notokusumo I)putra dari Bandoro Saut / Raden Tumenggung Tirtonegoro (Bupati Sumenep)
47226/8 <260> Raden Ngabei Tjokrokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:5 dari R AP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Menjabat Patih di Kudus
47327/8 <260> Raden Ajeng Wiryonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:6 dari R AP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
47428/8 <260> Raden Ngabei Purbokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:7 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Sidoarjo, Wedana Jenggala IV Sidoarjo ( sekarang disebut Taman )
47529/8 <260> Raden Panji Notokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:8 dari R AP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Patih Surabaya
47630/8 <260> Raden Ngabei Notodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:9 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
47731/8 <260> Raden Ajeng Tjokrokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:10 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
47832/8 <260> Raden Ngabei Notodirdjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:11 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
47933/8 <260> Raden Ayu Pangeran Tjitrosumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:12 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Pangeran Tjitrosumo menjabat Bupati Tuban
48034/8 <260> Raden Ngabei Sumoredjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:13 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Lamongan, Wedana Lengkir - Lamongan.
micher: Gresik, Kepala Penjara Gresik
eured:
marvidigezh: Gresik, Pemakaman Umum Sumur Songo Gresik
48135/8 <260> Raden Ngabei Djoyonegoro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:14 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Sidoarjo, Wedana Sidokare
48236/8 <260> Raden Adipati Panji Tjokronegoro III / Raden Panji Gondokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:15 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: >, Bupati Surabaya, Th 1831-1839 Bupati Probolinggo, Th.1839-1856
eured: <96> Ibu Pantes (isteri 1) [Mas Ngabei Reksodiwiryo / Oei Sam Hong] , <97> Ibu Chatidjah [Mas Ngabei Sumodiwiryo]
eured: <98> Nyonya Gong (ister ke..?) [tidak diketahui China]
marvidigezh: Wafat pada tgl 21-September 1856, dimakamkan di halaman belakang masjid Probolinggo sisi utara (dicungkup timur)
Wafat dimakamkan di belakang Masjid Djami Probolinggo di utara cungkup sebelah timur
48337/8 <260> Raden Ngabehi Hadiwidjojo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No: 16 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Indramyu, Devisihoofd (devisi tsb bukan kesatuan tentara) Devisihoofd adalah kesatuan penerima pajak dsb; yang kemudian menjadi colleteur schappen. Devisi ini berfungsi sebagai lembaga Penyetoran ke bagian Keuangan Tentara Belanda
eured:
48438/8 <260> Raden Ngabei Purworedjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:17 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Sidaorjo, Wedana Jenggala
48539/8 <260> R.Tumenggung Panji Tjokronegoro IV / [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:18 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Bupati Sidoarjo Th.1851 Bupati Surabaya Th.1863-1900
Riwayat pribadi :

Putera dari TJOKRONEGORO III Nama kecil : R. Bagus Abdul Kadir Djaelani Riwayat jumeneng : - Nama Raden Panji Notopuro, nama gelar jumeneng Bupati Sidoarjo 1851 - Nama Raden Pandji Pramoewidjojo,nama gelar jumeneng Bupati Surabaya 1863 - 1901. Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro IV Mengganti kedudukan / jabatan ayahnya sebagai Bupati Gouverment Surabaya

Wafat dimakamkan di Botoputih Kasepuan Surabaya
48640/8 <260> Raden Adipati Arya Tjokronegoro V [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:19 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Lamongan, * Bupati Lamongan * Bupati Sidoarjo Th.1863-1875
eured:
Wafat dimakamkan di sentono Boto Putih Surabaya
48741/8 <260> Raden Ajeng Mooris [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:20 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo; Isteri R Adipati Notowidjoyo / Tirtonegotro, Bupati Blora
Menikah dengan Raden Adipati Notowidjoyo(Tirtonegoro), Bupati Blora
48842/8 <260> Raden Ngabei Kertokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:21 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Sidoarjo, Wedana Gunung Kendeng
48943/8 <260> Raden Ajeng Notodipuro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:22 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
49044/8 <260> Raden Ajeng Panji Widji [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:23 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
49145/8 <260> Raden Ngabei Wiryokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:24 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
49246/8 <260> Raden Ngabei Padmokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:25 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Wedana Probolinggo Wedana Kandangan Lumajang
49347/8 <260> Raden Ngabei Sosrokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:26 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Collecteur Lamongan 1862-1873
49448/8 <260> Raden Ngabei Notoprawiro [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:27 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Probolinggo, Tentara/Prajurit pangkat Letnan
49549/8 <260> Raden Ajeng Brotokusumo / R Aj Katjang [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:28 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
49650/8 <260> Raden Ngabei Atmodjokusumo / Raden Ngabei Gandjar Atmodjokusumo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:29 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
49751/8 <260> Raden Ngabei Surengrono /= Raden Ngabei Djokosuruh [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:30 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Wedana Lengkir Lamongan, kemudian menjabat Mantri Ulu di Sidoarjo.
49852/8 <260> Raden Ajeng Tjokrodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No:31 dari RAP Tjokronegoro II/ RP Notokusumo
micher: Sidoarjo, Wedana Bulang
49953/8 <271> Raden Bagus Hadiwidjoyo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, Putera No:15 R Onggodjoyo/Tumenggung Djimat Tjondronegoro I; Atau putra R Ng Kertoyudo
micher: Majenang, Bekel
eured: <99> Tjoa Boen Tjwan [Tjoa]
eured: <100> Raden Ayu Galuh [Ki Ageng Brondong]
eured:
eured:
50554/8 <293> Raden Abdul Djalal [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng Ki Ageng Brondong, atau putera Putera pertam Raden Honggodiwiryo
micher: Kediri, Penghulu kec Jambean - Kediri
50655/8 <294> Mas Djoyokusumo = Kyai Sengguruh [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera pertama dari Raden Panji Wongsodipuro.
50856/8 <373> Han Siok Kie [HAN dinasti - China]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Han Siong Kong; Atau putera ke 1 dari Han Liong Kong
micher: Luitenant China di Pasuruan
50957/8 <381> Raden Tumenggung Djoyodiningrat I / Djalaludin [Panembahan - Tjokronegoro]
micher: Mayor Panumbak.
52258/8 <381> Raden Ayu Wangsingosari [Panembahan - Tjokronegoro]
micher: Penghulu di Pedok - Jepara
52359/8 <374> R Ayu Djoyonotoredjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong, atau putera No.11 dari 11 putera Mas Adipati Djoyodirono III/ Djoyoadinegoro / Tjokroadirono (Wedana Bendungan Singkalan-Sidoarjo).
micher: Wedana Jenggala II
52460/8 <384> R Ng Kartodipo [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 7 = Gantung siwur; Adalah trah urutan ke 7 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
52561/8 <384> R Ng Atmowidjoyo I [Sultan Pajang - Joko Tingkir]
ganedigezh: Level 7 = Gantung siwur; Adalah trah urutan ke 7 dari (pancer) Kanjeng Sultan Pajang / Joko Tingkir 1568-1582 );
eured: <101> B Atmowidjoyo [Kanjeng Sultan Agung Anyokro Kusumo]
52962/8 <339> Raden Panji Onggodjojo III [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong atau putera ke 1 dari 4 orang putera RAA Panji Tjondronegoro, Bupati Mojokerto 1850-1881
ganedigezh: Wedana Mojorejo Jombang
53063/8 <339> Raden Ayu Prawirodiredjo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong atau putera ke 2 dari 4 orang putera RAA Panji Tjondronegoro, Bupati Mojokerto 1850-1881
53164/8 <339> R Tumenggung Panji Tjondronegoro II [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong atau putera ke 3 dari 4 orang putera RAA Panji Tjondronegoro, Bupati Mojokerto 1850-1881
micher: Bupati Mojokerto 1851-1865
53265/8 <339> R Ngabei Djojodiwiryo [Ki Ageng Brondong]
ganedigezh: Level 5 = Wareng dari Ki Ageng Brondong atau putera ke 4 dari 4 orang putera RAA Panji Tjondronegoro, Bupati Mojokerto 1850-1881
micher: Patih Sidoarjo
53566/8 <405+53> Raden Tumenggung Kanduruan [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
micher: Bupati Roma
54667/8 <409> RMA Tjondronegoro V [?]
ganedigezh: Bupati Kudus, Brebes
55068/8 <409> Raden Mas Ario Adipati Sosroningrat [Sosroningrat]
ganedigezh: Bupati Jepara
eured: <102> M.a. Ngasirah [Madirono]
55169/8 <409> PA Hadiningrat [?]
ganedigezh: Bupati Demak
Bupati Demak
61770/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.5 Rd. Wangsadikusumah [Wiradadaha]
titl: Penghulu
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
Bendera Kesultanan Mataram (wikipedia)
66671/8 <439> Raden Demang Jayadimanggala II [Mataram]
ganedigezh: singaparna
marvidigezh: Singaparna
66772/8 <440+?> Nyai Kriyan [Brawijaya]
douaridigezh: (Makam Jejeran)
58173/8 <437> Ratu Kedathon [Madura]
marvidigezh: 1620
58474/8 <418+?> 1.1.1.4.5.1.1.4 Rd. Djajamanggala or Rd Tmg Wiradadaha II . [Wiradadaha]
titl: 1674 - 1674, Boepati Soekapoera ke II
marvidigezh: 1674, Banjoemas, Sepulangnya pelantikan di Mataram, diwilayah Banyumas mendadak sakit dan kemudian wafat
douaridigezh: 1674, Pasir Huni kecamatan Sukaraja, Jenazahnya tidak langsung dimakamkan, namun langsung dibawa ke Sukapura dalam keranda/tambela dan dimakamkan di Pasir Huni kecamatan Sukaraja. Itulah mengapa Kg. Bupati sering disebut “Dalem Tambela”.
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


BUPATI SUKAPURA ke II Tahun 1674

(Raden Jayamanggala / Raden Tumenggung Wiradadaha II)

Sewaktu Rd. Jayamanggala menjadi Bupati pada tahun 1674, namanya menjadi Rd. Tumenggung Wiradadaha II, namun amat disayangkan sifat beliau serta budi dan kegagahannya tidak sempat disumbangkan kepada tanah air, karena sepulangnya pelantikan di Mataram, diwilayah Banyumas mendadak sakit dan kemudian wafat. Jenazahnya tidak langsung dimakamkan, namun langsung dibawa ke Sukapura dalam keranda/tambela dan dimakamkan di Pasir Huni kecamatan Sukaraja. Itulah mengapa Kg. Bupati sering disebut “Dalem Tambela”. Kanjeng Bupati meninggalkan 8 putra/putri yaitu :

1. Rd. Indramanggala
2. Rd. Widjanggana
3. Nyi Rd. Gandapura
4. Nyi Rd. Apiah
5. Nyi Rd. Kusumahnagara
6. Nyi Rd. Legan
7. Nyi Rd. Djanglangas
8. Rd. Madjadikara
namun karena belum ada yang pantas untuk menggantikannya, kekuasaannya diteruskan oleh adiknya bernama Rd. Anggadipa, putra ke 4 dari Kg. Dalem Wiradadaha I.
58575/8 <418+?> 1.1.1.4.5.1.1.3 Rd. Anggadipa I or R Tmg Wiradadaha III or Dalem Sawidak . .. [Wiradadaha]
titl: 1674 - 1723, Boepati Soekapoera ke III
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


BUPATI SUKAPURA ke III Tahun 1674 – 1723

(Raden Anggadipa / Rd. Tumenggung Wiradadaha III)


Sukapura ceria, jalan-jalan dihias, disetiap perempatan dibangun gapura dan dihiasi, setiap gapura dihiasi oleh daun beringin, mangle serta bubuai. Apalagi disekitar bangunan kaprabon yang megah sudah penuh hiasan yang membuat keceriaan itu ialah tiada lain, yaitu pelipur hati Sukapura beserta isinya karna pengganti Bupati II adalah Putra ke IV dari Kg. Bupati Wiradadaha I, bernama R. Anggadipa. Pada saat dilantik R. Anggadipa diganti namanya R. Tumenggung Wiradadaha III.

Cara memimpin negara serta perhatian pada rakyatnya mengikuti Kg. Dalem Wiradadaha I, namun sesuai dengan tabiat beliau yang kuat ke-Islamannya karena sedari kecil beliau menuntut ilmu ke Panembahan Wali Yuloh Syeh Haji Abdoel Mohji, dari Pamijahan yang dikeramatkan dan terkenal sampai kini. Dengan begitu keadaan seisi Sukapura pada zaman itu selain Kg. Bupati mensiarkan agama Islam, beliau juga mengikuti syariat Nabi Muhamad S.A.W., buah pemikiran serta apa yang dimiliki Kg. Bupati, negara bertambah tenteram raharja, dengan dibantu 4 putra yang setia kepada Kg. Wiradadaha III. Ke 4 putra masing-masing diberi kepangkatan patih dengan kewajiban yang berbeda;

  1. . Dalem. Joedanagara, tugasnya menjaga keamanan negara.
  2. . R. Anggadipa II yang bernama Dalem Abdoel, tugasnya memajukan pertanian dan irigasi yang manfaatnya dapat dirasakan sampai sekarang, sawah-sawah yang berhasil dibuka yang terkenal sampai kini, yaitu Leuwi Budah dan Koleberes dikecamatan Sukaraja sekarang, irigasi yaitu di Pamengpeuk, Sukapura yaitu Irigasi Cibaganjing dan Ciramajaya di Mangunreja.
  3. . R. Somanagara, tugasnya adalah sesuai dengan namanya, yaitu mengurus dan mengatur administrasi negara.
  4. . R. Indrataroena, tugasnya adalah mengurus dan mengatur keuangan negara.

Kg. Bupati Wiradadaha III, selain terkenal kekayaannya, pengetahuan serta ilmunya juga terkenal dengan banyak putra-putri, karena putra-putrinya saja ada 62 yaitu :

1. Rd. Joedanagara
2. Rd. Soebamanggala (Penerus Bupati)
3. Rd. Anggadipa/Dalem Abdoel
4. Rd. Mandoera
5. Nyi Rd. Radji
6. Rd. Soeriadinata
7. Rd. Indramanggala
8. Rd. Dipanagara
9. Rd. Tjandrakoesoemah
10. Rd. Indrataroena
11. Nyi Rd. Impoen
12. Nyi Rd. Idjah
13. Rd. Rarap
14. Rd. MS. Bagoes
15. Nyi Rd. Poespa
16. Nyi Rd. Winadjeng Halimah
17. Nyi Rd. Dita
18. Rd. Djiwamanggala
19. Nyi Rd. Patradanta
20. Rd. Lingga(Legan)
21. Nyi Rd. Ardi
22. Rd. Arsabaja
23. Rd. Soetra
24. Rd. Tjandramanggala
25. Rd. Betok
26. Nyi Rd. Ika
27. Rd. Soemanagara
28. Nyi Rd. Koesoemakaraton
29. Rd. Indra Widjaja
30. Rd. Kertimanggala
31. Rd. Soebang
32. Rd. Wiradimanggala
33. Nyi Rd. Wiratsari
34. Rd. Abdoel Moh. Arip
35. Rd. Wiranagara
36. Rd. Tirtapradja
37. Rd. Mertamanggala
38. Nyi Rd. Djahah
39. Rd. Singadiprana
40. Nyi Rd. Soemanimbang
41. Rd. Radjamanggala
42. Rd. Djagasatroe
43. Rd. Singadimanggala
44. Rd. Daroes (Daroe)
45. Nyi Rd. Doeji ( Dewi)
46. Rd. Bima
47. Rd. Soemadimanggala
48. Rd. Karadinata
49. Rd. Najapoespa
50. Nyi Rd. Karimah
51. Rd. Bodong
52. Rd. Wangsamanggala
53. Rd. Indradinata
54. Rd. Ardimanggala
55. Rd. Tjandradinata
56. Rd. Kartadipa
57. Rd. Bagoes II ( Saloengan )
58. Rd. Soerajoeda
59. Rd. Djajamanggala
60. Rd. Kartamanggala
61. Rd. Natawatjana
62. Rd. Gandapradja

Itulah sebabnya beliau disebut “Dalem Sawidak” (Sawidak = 60)

Sewafatnya Kg. Bupati Wiradadaha III diganti oleh putra ke II bernama Rd. Soebamanggala. Bersambung…. ( sumber )
44276/8 <385+68> 1. Gusti Kanjeng Pangeran Haryo Mangkunegara / Gusti Pangeran Pancuran (Gusti Pangeran Riyo) [Amangkurat IV]
Pangeran Arya Mangkunagara Kartasura yang dibuang ke Srilangka karena mendukung pemberontakan. Pangeran Mangkunegara Kartasura adalah putra raja Mataram di Kartasura, Sunan Amangkurat IV dari Kartasura (Amangkurat Jawi), dan juga saudara dari Pangeran Mangkubumi (lalu menjadi Sultan Hamengkubuwana I) dan Sunan Pakubuwana II Kartasura.
58377/8 <385+60> Raden Mas Sandeyo (Sandiyo) / Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Kertosuro (Kyai Nur Iman Mlangi) [Amangkurat IV]
ganedigezh: 1708
eured: <104> Mursalah ? (Gegulu, Hadiwongso) [?]
eured: <105> Surati [?]
eured: <597!> Raden Ayu Gelang [Pakubuwono I]
marvidigezh: 4 Mezheven 1744
56278/8 <385+63> 10. Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata. ? (Raden Ayu Bengkring) [Amangkurat IV]
44179/8 <385+63> 8. Kanjeng Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Gusti Prabu Suyasa [Pakubuwono II]
ganedigezh: 8 Kerzu 1711, Surakarta
eured: <106> Raden Ayu Srie Berie Budjang [?]
eured: <554!> Kanjeng Ratu Kencana / Ratu Mas (Raden Ayu Sukiya/Subiya) [Pakubuwono I]
eured: <64!> Ratu Mas Wirasmoro [?] a. a. 15 Genver 1728, Kertasura
titl: 15 Eost 1726 - 1742, Kartasura, Raja Kasunanan Kartasura
eured: <586!> Raden Ayu Tembelek [Pakubuwono I]
torr-dimeziñ: <586!> Raden Ayu Tembelek [Pakubuwono I]
eured: <593!> Raden Ajeng Sumila / Raden Ayu Suryowikromo [Amangkurat III] g. 1723
torr-dimeziñ: <593!> Raden Ajeng Sumila / Raden Ayu Suryowikromo [Amangkurat III] g. 1723
titl: 1745 - 11 Kerzu 1749, Surakarta, Raja Susuhunan Surakarta Ke-I
marvidigezh: 20 Kerzu 1749, Surakarta
Sri Susuhunan Pakubuwana II (lahir: Kartasura, 1711 – wafat: Surakarta, 1749) adalah raja terakhir Kasunanan Kartasura yang memerintah tahun 1726 – 1742 dan menjadi raja pertama Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1745 – 1749.

Awal Pemerintahan Nama aslinya adalah Raden Mas Prabasuyasa, putra Amangkurat IV dari permaisuri keturunan Sunan Kudus. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1711.

Pakubuwana II naik takhta tanggal 15 Agustus 1726 dalam usia 15 tahun. Karena masih sangat muda, beberapa tokoh istana bersaing untuk menguasainya. Para pejabat Kartasura pun terbagi menjadi dua kelompok, yaitu golongan yang bersahabat dengan VOC dipelopori Ratu Amangkurat (ibu suri), dan golongan anti VOC dipelopori Patih Cakrajaya.

Tokoh penting lain adalah Arya Mangkunegara kakak Pakubuwana II {lain ibu} yang dulu terlibat Perang Suksesi Jawa Kedua, namun menyerah dan diampuni ayahnya (Amangkurat IV). Kini ia menjadi tokoh kuat yang dibenci Patih Cakrajaya. Pada tahun 1728 Cakrajaya berhasil menjebaknya seolah ia berselingkuh dengan istri Pakubuwana II. Atas desakan Pakubuwana II, VOC terpaksa membuang Arya Mangkunegara ke Srilangka, kemudian ke Tanjung Harapan.

Pada tahun 1732 terjadi perselisihan antara Pakubuwana II dengan Patih Cakrajaya (yang juga bergelar Danureja). Pakubuwana II meminta VOC membuang patihnya itu tahun 1733. Tentu saja VOC melaksanakan permintaan tersebut dengan senang hati. Sebagai patih baru ialah Natakusuma yang ternyata juga anti VOC.

Hubungan Pakubuwana II dengan VOC pada awalnya memang cukup baik. Pakubuwana II secara rutin mengangsur hutang-hutang biaya perang sejak zaman kakeknya, Pakubuwana I dahulu.

Geger Pacinan Pemberontakan orang-orang Cina yang juga dikenal dengan nama Geger Pacinan pada Oktober 1740 menjadi penyebab runtuhnya Kartasura. Peristiwa ini dipicu oleh pembantaian warga Cina oleh masyarakat Eropa di Batavia atas izin Adriaan Valckenier, gubernur jenderal VOC saat itu.

Warga Cina yang selamat menyingkir ke timur melancarkan aksi penyerbuan terhadap pos-pos VOC yang mereka temui. Pakubuwana II didesak kaum anti VOC supaya mendukung pemberontakan Cina. Maka, pada bulan November 1741 Pakubuwana II pun mengirim 20.000 prajurit membantu kaum pemberontak mengepung kantor VOC di Semarang. Sebelumnya, ia juga menumpas garnisun VOC yang bertugas di Kartasura bulan Juli 1741.

Jatuhnya Kartasura Cakraningrat IV bupati Madura (barat) adalah ipar Pakubuwana II namun membenci pemerintahan Kartasura yang dianggapnya bobrok. Ia menawarkan diri membantu VOC asalkan dibantu lepas dari Kartasura. VOC terpaksa menerima tawaran itu.

Keadaan pun berbalik. Kaum Cina dipukul mundur. Pakubuwana II menyesal telah memusuhi VOC yang kini unggul setelah dibantu Madura. Perdamaian pun dijalin.[[ Kapten Baron von Hohendorff]] tiba di Kartasura bulan Maret 1742 sebagai wakil VOC menandatangani perjanjian damai dengan Pakubuwana II.

Perdamaian ini membuat para pemberontak sakit hati. Mereka mengangkat raja baru, yaitu Raden Mas Garendi (cucu Amangkurat III yang baru berusia 12 tahun) dengan gelar Amangkurat V alias Sunan Kuning (karena memimpin kaum kulit kuning). Mayoritas pemberontak kini bukan lagi kaum Cina, melainkan orang-orang Jawa anti VOC, yang semakin banyak bergabung.

Pada bulan Juni 1742 Patih Natakusuma yang anti VOC dibuang Pakubuwana II. Para pemberontak membalas dengan menyerbu Kartasura secara besar-besaran. Pakubuwana II dan von Hohendorff pun melarikan diri ke Ponorogo.

Mendirikan Surakarta Cakraningrat IV berhasil merebut Kartasura bulan Desember 1742 dan mendesak VOC agar Pakubuwana II dibuang saja karena dinilai tidak setia. Namun VOC menolak permintaan itu karena Pakubuwana II masih bisa dimanfaatkan. Cakraningrat IV terpaksa menyerahkan Kartasura karena khawatir VOC batal membantu kemerdekaan Madura.

Pakubuwana II kembali ke Kartasura bulan November 1743. Sebelumnnya, Sunan Kuning telah tertangkap pada bulan Oktober. Perjanjian dengan VOC semakin memberatkan Pakubuwana II. Selain hutang atas biaya perang yang wajib dilunasi, raja juga dilarang mengangkat putra mahkota dan patih tanpa mendapat persetujuan VOC terlebih dahulu.

Karena istana Kartasura sudah hancur, Pakubuwana II memutuskan untuk membangun istana baru di desa Sala, yang bernama Surakarta. Istana baru ini ditempatinya mulai tahun 1745.

Keadaan Surakarta Belum Aman Posisi Cakraningrat IV makin kuat. Ia banyak merebut daerah-daerah di Jawa Timur dalam penumpasan Geger Pacinan. Daerah-daerah tersebut ingin dimasukkannya ke dalam wilayah Madura, namun ditolak VOC.

Cakraningrat IV akhirnya memberontak pula. VOC secara resmi memerangi bekas sekutunya itu pada Februari 1745. Beberapa bulan kemudian Cakraningrat IV terdesak dan melarikan diri ke Banjarmasin. Namun, sultan negeri itu justru menangkap dan menyerahkannya kepada VOC. Cakraningrat IV pun dibuang ke Tanjung Harapan.

Sisa-sisa pendukung pemberontakan Cina yang masih bertahan adalah Raden Mas Said putra Arya Mangkunegara. Pakubuwana II mengumumkan sayembara berhadiah tanah Sokawati untuk siapa saja yang berhasil merebut daerah itu dari tangan Mas Said.

Pangeran Mangkubumi adik Pakubuwana II memenangkan sayembara itu tahun 1746. Ia dulu juga ikut mendukung pemberontakan Cina, namun kembali ke istana dan diterima Pakubuwana II. Saingan politiknya, yaitu Patih Pringgalaya membujuk raja supaya tidak menyerahkan hadiah sayembara tersebut.

Muncul pula[[ Baron van Imhoff]] gubernur jenderal VOC yang memperkeruh suasana. Ia datang ke Surakarta mendesak Pakubuwana II agar menyewakan daerah pesisir kepada VOC dengan harga 20.000 real tiap tahun. Pangeran Mangkubumi menentang hal itu. Terjadilah pertengkaran di mana Baron van Imhoff menghina Mangkubumi di depan umum.

Akhir Pemerintahan Pakubuwana II Pangeran Mangkubumi sakit hati dan meninggalkan Surakarta untuk bergabung dengan Mas Said sejak Mei 1746. Meletuslah perang saudara yang oleh para sejarawan disebut Perang Suksesi Jawa Ketiga.

Di tengah panasnya suasana perang, Pakubuwana II jatuh sakit akhir tahun 1749. Baron von Hohendorff, kawan lamanya yang kini menjabat gubernur pesisir Jawa bagian timur laut, tiba di Surakarta sebagai saksi VOC atas jalannya pergantian raja. Pakubuwana II bahkan menyerahkan kedaulatan kerajaan secara penuh kepada von Hohendorff.

Perjanjian pun ditandatangani tanggal 11 Desember 1749 sebagai titik awal hilangnya kedaulatan Kasunanan Surakarta ke tangan Belanda. Sejak itu, hanya VOC yang berhak melantik raja-raja keturunan Mataram (Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman). Peraturan ini terus berlaku sampai zaman kemerdekaan Indonesia.

Pakubuwana II akhirnya meninggal dunia akibat sakitnya itu tanggal 20 Desember 1749, dan digantikan putranya yang bergelar Pakubuwana III.

Catatan Pakubuwana III melanjutkan Perang Suksesi Jawa III melawan kaum pemberontak, yaitu:

1.Pangeran Mangkubumi, pamannya, kelak bergelar Hamengkubuwana I.

2.Raden Mas Said, sepupunya, kelak bergelar Mangkunegara I.
55980/8 <385+72> 6. Gusti Pangeran Haryo Diponegoro I / Gusti Pangeran Haryo Adinegoro (Raden Mas Utara) [Amangkurat IV] 56881/8 <385+70> 18. Gusti Raden Ayu Purboyo ? (Raden Ayu Inten) [Amangkurat IV]
52682/8 <385+62> Sri Sultan Hamengku Buwono I / Pangeran Haryo Mangkubumi (Raden Mas Sujono) [Amangkurat IV]
ganedigezh: 5 Eost 1717, Kartasura
eured: <107> Bendoro Mas Ayu Asmorowati [Hamengku Buwono]
eured: <544!> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Pakuwono I] a. a. 1777
eured: <108> Bendoro Raden Ayu Tiarso [G.Hb.1.3] (Bendoro Raden Ayu Tilarso) [Hamengku Buwono]
eured: <109> Bendoro Mas Ayu Sawerdi [Mataram]
eured: <110> Bendoro Mas Ayu Mindoko [G.Hb.1.6] [?]
eured: <111> Bendoro Raden Ayu Jumanten [G.Hb.1.8] [?]
eured: <112> Bendoro Mas Ayu Wilopo [G.Hb.1.9] [?]
eured: <113> Bendoro Mas Ayu Ratnawati [G.Hb.1.10] [?]
eured: <114> Bendoro Mas Ayu Tandawati [G.Hb.1.12] [Blambangan]
eured: <115> Bendoro Mas Ayu Tisnawati [G.Hb.1.13] [?]
eured: <116> Bendoro Mas Ayu Turunsih [Brawijaya V]
eured: <117> Bandara Mas Ayu Ratna Puryawati [G.Hb.1.15] [?]
eured: <118> Bendoro Radin Ayu Doyo Asmoro [G.Hb.1.16] [?]
eured: <119> Bendoro Mas Ayu Gandasari [G.Hb.1.17] [?]
eured: <120> Bendoro Raden Ayu Srenggara [?]
eured: <121> Bendoro Mas Ayu Karnokowati [G.Hb.1.18] [?]
eured: <122> Bendoro Mas Ayu Setiowati [G.Hb.1.19] [?]
eured: <123> Bendoro Mas Ayu Padmosari [G.Hb.1.20] [?]
eured: <124> Bendoro Mas Ayu Sari [G.Hb.1.21] [?]
eured: <125> Bendoro Mas Ayu Pakuwati [G.Hb.1.22] [?]
eured: <126> Bendoro Mas Ayu Citrakusumo [G.Hb.1.23] [?] a. a. 24 Meurzh 1792
eured:
eured: <127> 2. Mas Roro Juwati / Raden Ayu Beruk / KRK Kadipaten / KRK Ageng / KRKTegalraya (Kanjeng Ratu Mas) [Mataram] g. ~ 1734 a. a. 17 Here 1803
eured: <128> 4. Bendoro Raden Ayu Handayahasmara / Mbak Mas Rara Ketul [Kramaleksana]
eured: <129> Raden Ayu Wardiningsih [Wardiningsih]
titl: 29 Du 1730 - 13 C'hwevrer 1755, Kartasura, Pangeran Mangkubumi
eured: <130> Bendoro Mas Ayu Cindoko [G.Hb.1.11] [?] , Yogyakarta
titl: 13 C'hwevrer 1755 - 24 Meurzh 1792, Yogyakarta
marvidigezh: 24 Meurzh 1792, Imogiri, Yogyakarta
titl: 10 Du 2006, Jakarta, Pahlawan Nasional RI
Official Link Adm: Hilal Achmar.

Silsilah Sri Sultan Hamengku Buwono I

Babad Raja-Raja Jawa (Tumapel) Tunggul Ametung Maesa Wong Ateleng Maesa Cempaka / Ratu Angabhaya / Batara Narasinga Kertarajasa Jayawardana / Raden Wijaya Tri Buwana Tungga Dewi / Bhre Kahuripan II Bhre Pajang I Wikramawardana / Hyang Wisesa / R Cagaksali Kertawijaya / Bhre Tumapel III Rajasawardana / Brawijaya II Lembu Amisani / R. Putro / R. Purwawisesa Bhre Tunjung / Pandanalas / R. Siwoyo Kertabumi / Brawijaya V / R Alit / Angkawijaya R Bondhan Kejawan / Lembupeteng Tarub R Depok / Ki Ageng Getas Pandowo Bagus Sunggam / Ki Ageng Selo Silsilah Hamengku Buwono I Ki Ageng Anis (Ngenis) Ki Ageng Pemanahan / Mataram R Sutowijoyo / Panembahan Senopati Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo Sunan Prabu Amangkurat Agung Kanjeng Susuhunan Pakubuwono I - Kartasura Sinuwun Prabu Mangkurat IV - Kartasura Pangeran Hadipati Mangkunagoro - Kartasura Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II Pangeran Hadipati Hadiwijoyo Pangeran Hario Mangkubumi - Hamengku Buwono I Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II K G P Adipati Ario Paku Alam I

Beliau memerintah di Yogyakarta, tahun 1755. Terlahir dengan nama Raden Mas Sujono yang merupakan adik Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II di Surakarta. Pada tahun 1746 ia memberontak karena Paku Buwono II mengingkari janji memberikan daerah Sukawati (sekarang Sragen) atas kemenangan Mangkubumi melawan Raden Mas Said. Pemberontakan tersebut berakhir dengan tercapainya Perjanjian Gianti (13 Februari 1755) yang menyatakan bahwa separuh Mataram menjadi milik Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengku Buwono I yang bergelar Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. (http://www.babadbali.com/babad/babadpage.php?id=550988)

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di kalangan rakyatnya.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.

Berikut ini merupakan Sultan-sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak awal didirikan hingga sekarang adalah :

1. Sultan Hamengku Buwono I Sultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 – 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).

Dalam pertempurannya melawan kakaknya, Pangeran Mangkubumi dengan bantuan panglimanya Raden Mas Said, terbukti sebagai ahli siasat perang yang ulung, seperti ternyata dalam pertempuran-pertempuran di Grobogan, Demak dan pada puncak kemenangannya dalam pertempuran di tepi Sungai Bagawanta. Disana Panglima Belanda De Clerck bersama pasukannya dihancurkan (1751). peristiwa lain yang penting menyebabkan Pangeran Mangkubumi tidak suka berkompromi dengan Kompeni Belanda.

Pada tahun 1749 Susuhunan Pakubuwana II sebelum mangkat menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni Belanda; Putra Mahkota dinobatkan oleh Kompeni Belanda menjadi Susuhunan Pakubuwana III. Kemudian hari Raden Mas Said bercekcok dengan Pangeran Mangkubumi dan akhirnya diberi kekuasaan tanah dan mendapat gelar pangeran Mangkunegara.

Pangeran Mangkubumi tidak mengakui penyerahan Mataram kepada Kompeni Belanda. Setelah pihak Belanda beberapa kali gagal mengajak Pangeran Mangkubumi berunding menghentikan perang dikirimkan seorang Arab dari Batavia yang mengaku ulama yang datang dari Tanah Suci. Berkat pembujuk ini akhirnya diadakan perjanjian di Giyanti (sebelah timur kota Surakarta) antara Pangeran Mangkubumi dan Kompeni Belanda serta Susuhunan Pakubuwana III (1755).

Menurut Perjanjian Giyanti itu kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, ialah kerajaan Surakarta yang tetap dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana III dan kerajaan Ngayogyakarta dibawah Pangeran Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengkubuwana I yang bergelar Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. Atas kehendak Sultan Hamengkubuwana I kota Ngayogyakarta (Jogja menurut ucapan sekarang) dijadikan ibukota kerajaan. Kecuali mendirikan istana baru, Hamengkubuwana I yang berdarah seni mendirikan bangunan tempat bercengrama Taman Sari yang terletak di sebelah barat istananya.

Kisah pembagian kerajaan Mataram II ini dan peperangan antara pangeran-pangerannya merebut kekuasaan digubah oleh Yasadipura menjadi karya sastra yang disebut Babad Giyanti. Sultan Hamengkubuwana I dikenal oleh rakyatnya sebagai panglima, negarawan dan pemimpin rakyat yang cakap. Beliau meninggal pada tahun 1792 Masehi dalam usia tinggi dan dimakamkan Astana Kasuwargan di Imogiri. Putra Mahkota menggantikannya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono II. Hamengkubuwana I dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2006. (http://www.beritaunik.net/unik-aneh/silsilah-lengkap-raja-raja-ngayogyakarta-hadiningrat.html)

Sri Sultan Hamengkubuwana I (lahir di Kartasura, 6 Agustus 1717 – meninggal di Yogyakarta, 24 Maret 1792 pada umur 74 tahun) merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Yogyakarta yang memerintah tahun 1755 - 1792

Asal-Usul

Nama aslinya adalah Raden Mas Sujana yang setelah dewasa bergelar Pangeran Mangkubumi. Ia merupakan putra Amangkurat IV raja Kasunanan Kartasura yang lahir dari selir bernama Mas Ayu Tejawati pada tanggal 6 Agustus 1717.

Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan orang-orang Cina di Batavia yang menyebar sampai ke seluruh Jawa. Pada mulanya, Pakubuwana II (kakak Mangkubumi) mendukung pemberontakan tersebut. Namun, ketika menyaksikan pihak VOC unggul, Pakubuwana II pun berubah pikiran.

Pada tahun 1742 istana Kartasura diserbu kaum pemberontak . Pakubuwana II terpaksa membangun istana baru di Surakarta, sedangkan pemberontakan tersebut akhirnya dapat ditumpas oleh VOC dan Cakraningrat IV dari Madura.

Sisa-sisa pemberontak yang dipimpin oleh Raden Mas Said (keponakan Pakubuwana II dan Mangkubumi) berhasil merebut tanah Sukowati. Pakubuwana II mengumumkan sayembara berhadiah tanah seluas 3.000 cacah untuk siapa saja yang berhasil merebut kembali Sukowati. Mangkubumi dengan berhasil mengusir Mas Said pada tahun 1746, namun ia dihalang-halangi Patih Pringgalaya yang menghasut raja supaya membatalkan perjanjian sayembara.

Datang pula Baron van Imhoff gubernur jenderal VOC yang makin memperkeruh suasana. Ia mendesak Pakubuwana II supaya menyewakan daerah pesisir kepada VOC seharga 20.000 real untuk melunasi hutang keraton terhadap Belanda. Hal ini ditentang Mangkubumi. Akibatnya, terjadilah pertengkaran di mana Baron van Imhoff menghina Mangkubumi di depan umum.

Mangkubumi yang sakit hati meninggalkan Surakarta pada bulan Mei 1746 dan menggabungkan diri dengan Mas Said sebagai pemberontak.Sebagai ikatan gabungan Mangkubumi mengawinkan Mas Said dengan puterinya yaitu Rara Inten atau Gusti Ratu Bendoro.

Geneologis Hamengku Buwana I

Hamengku Buwana I secara geneologis adalah keturunan Brawijaya V baik dari ayahandanya Amangkurat IV maupun dari ibundanya Mas Ayu Tejawati. Dari garis ayahandanya silsilah keatas yang menyambung sampai Brawijaya V secara umum sudah pada diketahui namun dari pihak ibundanya masih sedikit yang mengungkapkannya. Dari Brawijaya V seorang dari puteranya bernama Jaka Dhalak yang kemudian menurunkan Wasisrowo atau Pangeran Panggung. Pangeran Panggung selanjutnya berputera Pangeran Alas yang memiliki anak bernama Tumenggung Perampilan. Tumenggung Perampilan mengabdikan diri di pajang pada Sultan Hadiwijaya dan beliau berputera Kyai Cibkakak di Kepundung jawa Tengah.Selanjutnya Ktai Cibkakak ini menurunkan putra bernama Kyai Resoyuda. dari Resoyuda ini menurunkan putra bernama Ngabehi Hondoroko yang selanjutnya punya anak putri bernama Mas Ayu Tejawati, ibunda Hamengku Buwana I. [sunting] Perang Tahta Jawa Ketiga

Perang antara Mangkubumi melawan Pakubuwana II yang didukung VOC disebut para sejarawan sebagai Perang Suksesi Jawa III. Pada tahun 1747 diperkirakan kekuatan Mangkubumi mencapai 13.000 orang prajurit.

Pertempuran demi pertempuran dimenangkan oleh Mangkubumi, misalnya pertempuran di Demak dan Grobogan. Pada akhir tahun 1749, Pakubuwana II sakit parah dan merasa kematiannya sudah dekat. Ia pun menyerahkan kedaulatan negara secara penuh kepada VOC sebagai pelindung Surakarta tanggal 11 Desember.

Sementara itu Mangkubumi telah mengangkat diri sebagai raja bergelar Pakubuwana III tanggal 12 Desember di markasnya, sedangkan VOC mengangkat putra Pakubuwana II sebagai Pakubuwana III tanggal 15. Dengan demikian terdapat dua orang Pakubuwana III. Yang satu disebut Susuhunan Surakarta, sedangkan Mangkubumi disebut Susuhunan Kebanaran, karena bermarkas di desa Kebanaran di daerah Mataram.

Perang kembali berlanjut. Pertempuran besar terjadi di tepi Sungai Bogowonto tahun 1751 di mana Mangkubumi menghancurkan pasukan VOC yang dipimpin Kapten de Clerck. Orang Jawa menyebutnya Kapten Klerek. [sunting] Berbagi Wilayah Kekuasaan

Pada tahun 1752 Mangkubumi dengan Raden Mas Said terjadi perselisihan.Perselisihan ini berfokus pada keunggulan supremasi Tunggal atas Mataram yang tidak terbagi.Dalam jajak pendapat dan pemungutan suara dukungan kepada Raden Mas Said oleh kalangan elite Jawa dan tokoh tokoh Mataram mencapai suara yang bulat mengalahkan dukungan dan pilihan kepada Mangkubumi.Dalam dukungan elite Jawa menemui fakta kalah dengan Raden Mas Said maka Mangkubumi menggunakan kekuatan bersenjata untuk mengalahkan Raden Mas Said tetapi Mangkubumi menemui kegagalan.Raden Mas Said kuat dalam dukungan-pilihan oleh elite Jawa dan juga kuat dalam kekuatan bersenjata.Mangkubumi bahkan menerima kekalahan yang sangat telak dari menantunya yaitu Raden Mas Said.Akibat kekalahan yang telak Mangkubumi kemudian menemui VOC menawarkan untuk bergabung dan bertiga dengan Paku Buwono III sepakat menghadapi Raden Mas Said.

Tawaran Mangkubumi untuk bergabung mengalahkan Raden Mas Said akhirnya diterima VOC tahun 1754. Pihak VOC diwakili Nicolaas Hartingh, yang menjabat gubernur wilayah pesisir utara Jawa. Sebagai perantara adalah Syaikh Ibrahim, seorang Turki. Perudingan-perundingan dengan Mangkubumi mencapai kesepakatan, Mangkubumi bertemu Hartingh secara langsung pada bulan September 1754.

Perundingan dengan Hartingh mencapai kesepakatan. Mangkubumi mendapatkan setengah wilayah kerajaan Pakubuwana III, sedangkan ia merelakan daerah pesisir disewa VOC seharga 20.000 real dengan kesepakatan 20.000 real dibagi dua;10.000 real untuk dirinya Mangkubumi dan 10.000 real untuk Pakubuwono III.

Akhirnya pada tanggal 13 Februari 1755 dilakukan penandatanganan naskah Perjanjian Giyanti yang mengakui Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I. Wilayah kerajaan yang dipimpin Pakubuwana III dibelah menjadi dua. Hamengkubuwana I mendapat setengah bagian.Perjanjian Giyanti ini juga merupakan perjanjian persekutuan baru antara pemberontak kelompok Mangkubumi bergabung dengan Pakubuwono III dan VOC menjadi persekutuan untuk melenyapkan pemberontak kelompok Raden Mas Said.

Bergabungnya Mangkubumi dengan VOC dan Paku Buwono III adalah permulaan menuju kesepakatan pembagian Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Dari persekutuan ini dapat dipertanyakan; Mengapa Mangkubumi bersedia membagi Kerajaan Mataram sedangkan persellisihan dengan menantunya Raden Mas Said berpangkal pada supremasi kedaulatan Mataram yang tunggal dan tidak terbagi? Dari pihak VOC langsung dapat dibaca bahwa dengan pembagian Mataram menjadikan VOC keberadaannya di wilayah Mataram tetap dapat dipertahankan. VOC mendapat keuntungan dengan pembagian Mataram. [sunting] Mendirikan Yogyakarta

Sejak Perjanjian Giyanti wilayah kerajaan Mataram dibagi menjadi dua. Pakubuwana III tetap menjadi raja di Surakarta, Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I menjadi raja di Yogyakarta.Mangkubumi sekarang sudah memiliki kekuasaan dan menjadi Raja maka tinggal kerajaan tempat untuk memerintah belum dimilikinya.Untuk mendirikan Keraton/Istana Mangkubumi kepada VOC mengajukan uang persekot sewa pantai utara Jawa tetapi VOC saat itu belum memiliki yang diminta oleh Mangkubumi.

Pada bulan April 1755 Hamengkubuwana I memutuskan untuk membuka Hutan Pabringan sebagai ibu kota Kerajaan yang menjadi bagian kekuasaannya . Sebelumnya, di hutan tersebut pernah terdapat pesanggrahan bernama Ngayogya sebagai tempat peristirahatan saat mengantar jenazah dari Surakarta menuju Imogiri. Oleh karena itu, ibu kota baru dari Kerajaan yang menjadi bagiannya tersebut pun diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat, atau disingkat Yogyakarta.

Sejak tanggal 7 Oktober 1756 Hamengkubuwana I pindah dari Kebanaran menuju Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu nama Yogyakarta sebagai ibu kota kerajaannya menjadi lebih populer. Kerajaan yang dipimpin oleh Hamengkubuwana I kemudian lebih terkenal dengan nama Kesultanan Yogyakarta. [sunting] Usaha Menaklukkan Surakarta

Hamengkubuwana I meskipun telah berjanji damai namun tetap saja berusaha ingin mengembalikan kerajaan warisan Sultan Agung menjadi utuh kembali. Surakarta memang dipimpin Pakubuwana III yang lemah namun mendapat perlindungan Belanda sehingga niat Hamengkubuwana I sulit diwujudkan, apalagi masih ada kekuatan ketiga yaitu Mangkunegoro I yang juga tidak senang dengan Kerajaan yang terpecah, sehingga cita cita menyatukan kembali Mataram yang utuh bukan monopoli seorang saja.

Pada tahun 1788 Pakubuwana IV naik takhta. Ia merupakan raja yang jauh lebih cakap daripada ayahnya. Paku Buwono IV sebagai penguasa memiliki kesamaan dengan Hamengku Buwono I.Paku Buwono IV juga ingin mengembalikan keutuhan Mataram.Dalam langkah politiknya Paku Buwono IV mengabaikan Yogyakarta dengan mengangkat saudaranya menjadi Pangeran Mangkubumi, hal yang menyebabkan ketegangan dengan Hamengku Buwono I.Setelah pengangkatan saudaranya menjadi Pangeran, Paku Buwono IV juga tidak mengakui hak waris tahta putra Mahkota di Yogyakarta. Pihak VOC resah menghadapi raja baru tersebut karena ancaman perang terbuka bisa menyebabkan keuangan VOC terkuras kembali.

Paku Buwono IV mengambil langkah konfrontatif dengan Yogyakarta dengan tidak mau mencabut nama "Mangkubumi" untuk saudaranya.Memang dalam Perjanjian Giyanti tidak diatur secara permanen soal suksesi Kasultanan Yogyakarta, sehingga sikap konfrontatif Paku Buwono IV ini dapat dimengerti bahwa penguasa Surakarta memahami tanggung Jawab Kerajaan.

Sikap konfrontatif Paku Buwono IV ini beriring dengan munculnya penasehat penasehat spiritual yang beraliran keagamaan dan ini yang meresahkan VOC dan dua penguasa lainnya, karena ancaman perang yang meluluh lantahkan Jawa bisa terulang kembali.

Pada tahun 1790 Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I (alias Mas Said) kembali bekerja sama untuk pertama kalinya sejak zaman pemberontakan dulu. Mereka bersama VOC bergerak mengepung Pakubuwana IV di Surakarta karena Paku Buwono IV memiliki penasehat penasehat Spiritual yang membuat khawatir VOC. Pakubuwana IV akhirnya menyerah untuk membiarkan penasehat penasehat spiritualnya dibubarkan oleh VOC.Ini adalah kerja sama dalam kepentingan yang sama yaitu mencegah bersatunya penasehat spiritual dengan golongan Ningrat yang merupakan ancaman potensial pemberontakan kembali.

Hamengkubuwana I pernah berupaya agar putranya dikawinkan dengan putri Paku Buwono III raja Surakarta dengan tujuan untuk bersatunya kembali Mataram namun gagal. Pakubuwana IV yang merupakan waris dari Paku Buwono III lahir untuk menggantikan ayahnya. [sunting] Sebagai Pahlawan Nasional

Hamengkubuwana I meninggal dunia tanggal 24 Maret 1792. Kedudukannya sebagai raja Yogyakarta digantikan putranya yang bergelar Hamengkubuwana II.

Hamengkubuwana I adalah peletak dasar-dasar Kesultanan Yogyakarta. Ia dianggap sebagai raja terbesar dari keluarga Mataram sejak Sultan Agung. Yogyakarta memang negeri baru namun kebesarannya waktu itu telah berhasil mengungguli Surakarta. Angkatan perangnya bahkan lebih besar daripada jumlah tentara VOC di Jawa.

Hamengkubuwana I tidak hanya seorang raja bijaksana yang ahli dalam strategi berperang, namun juga seorang pecinta keindahan. Karya arsitektur pada jamannya yang monumental adalah Taman Sari Keraton Yogyakarta.Taman Sari di rancang oleh orang berkebangsaan Portugis yang terdampar di laut selatan dan menjadi ahli bangunan Kasultanan dengan nama Jawa Demang Tegis.

Meskipun permusuhannya dengan Belanda berakhir damai namun bukan berarti ia berhenti membenci bangsa asing tersebut. Hamengkubuwana I pernah mencoba memperlambat keinginan Belanda untuk mendirikan sebuah benteng di lingkungan keraton Yogyakarta. Ia juga berusaha keras menghalangi pihak VOC untuk ikut campur dalam urusan pemerintahannya. Pihak Belanda sendiri mengakui bahwa perang melawan pemberontakan Pangeran Mangkubumi adalah perang terberat yang pernah dihadapi VOC di Jawa (sejak 1619 - 1799).

Rasa benci Hamengkubuwana I terhadap penjajah asing ini kemudian diwariskan kepada Hamengkubuwana II, raja selanjutnya. Maka, tidaklah berlebihan jika pemerintah Republik Indonesia menetapkan Sultan Hamengkubuwana I sebagai pahlawan nasional pada tanggal 10 November 2006 beberapa bulan sesudah gempa melanda wilayah Yogyakarta.
56583/8 <385+61> 14. Gusti Pangeran Hario Buminoto / Raden Mas Saidun (Raden Mas Karaton) [Amangkurat IV]
ganedigezh: 1719
eured: <586!> Raden Ayu Tembelek [Pakubuwono I]
marvidigezh: 30 Du 1736
eured: <592!> Raden Ayu Buminoto [Amangkurat III] , Kertasura
59384/8 <243> Raden Ajeng Sumila / Raden Ayu Suryowikromo [Amangkurat III] 54385/8 <402> Raden Ayu Wulan [Pakubuwono I] 59086/8 <243> Gusti Pangeran Haryo Teposono (Gusti Pangeran Mangkudiningrat) [Amangkurat III]
eured: <586!> Raden Ayu Tembelek [Pakubuwono I] , Kertasura
marvidigezh: 10 Gouere 1741
44387/8 <385+59> 12. Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo [Amangkurat IV]
eured: <132> Raden Ayu Sentul [Sentul]
marvidigezh: 1753, Kaliabu, Salaman, Magelang
53388/8 <405+52> Bagus Kunting / Raden Tumenggung Yudonegara III (Kanjeng Adipati Danurejo I) [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
*Yudanegara II meninggal di Pendapa Si Panji sehingga ia mendapatkan nama Anumerta Tumenggung Seda Pendapa. Kematiannya cukup misterius karena versi-versi babad memberikan kesaksian yang berbeda-beda.
  • Ada yang menyebutkan bahwa Yudanegara II meninggal karena sakit jantung atau ketakutan mendapat hukuman raja akibat pembelotannya terhadap raja ketika peristiwa Geger Pacina. Versi lain menyatakan Yudanegara II melakukan bunuh diri setelah mendapat kabar dari putranya (Panji Gandakusuma) bahwa raja akan menghukumnya sebagai akibat kepulangan-nya dari Kartasura ke Banyumas.
  • Yuda¬negara II tidak sependapat dengan raja yang mendukung pemberontakan Cina tersebut Yudanegara ii berhasil meloloskan diri dari maut dalam pertempuran di daiam benteng dan pulang ke Banyumas (Remmelink, 2002; 206-207; bdk. Kasdi 2003: 401-402),
  • Salah seorang korban dari Banyumas adaiah Ngabehi Mangunyuda (Ngabehi Banjar-negara) yang mendapat nama anumerta Mangunyuda Seda Loji.
58889/8 <433> Kanjeng Raden Tumenggung Jayaningrat / Jayaningrat Manten [Kyai Ageng Ngerang I]
ganedigezh: ~ 1760, Remame, Kedu Selatan
micher: Bupati Kedu Selatan
eured: <144> 23. Bendoro Raden Ayu Jayaningrat [Hamengku Buwono]
douaridigezh: (Makam Kradenan, Srumbung, Magelang)
54490/8 <403> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Pakuwono I]
58091/8 <427+?> Raden Rangga Prawiradirja II [Mataram]
eured: <145> 6. Bendoro Raden Ayu Ronggo Prawirodirdjo / Bendoro Raden Ayu Mangundirjo [Hamengku Buwono] g. 1758
titl: 1784 - 1797, Bupati Madiun Ke 15 di : Wonosari
64192/8 <401> Pangeran Diponegoro [Hamengku Buwono I]
eured: <146> 2. Gusti Kanjeng Ratu Bendoro / Gusti Raden Ayu Inten [Hamengku Buwono] a. a. 30 Kerzu 1801
marvidigezh: 27 Gouere 1787, Yogyakarta
44793/8 <253> Raden Harija Kartawinata [?]
44894/8 <254> R. Tirtowiromo [?]
44995/8 <386> Kyai Singodiwongso ? [?]
50096/8 <292> Nyai Welidin Sidayu (Desa Pengulu) [Sidayu Gresik]
50197/8 <292> Nyai Srimah [Sidayu Gresik]
50298/8 <292> Nyai Tadi [Sidayu Gresik]
50399/8 <292> Kyai Sulaiman [Sidayu Gresik]
504100/8 <292> Kyai Salam [Sidayu Gresik]
507101/8 <371> Raden Tumenggung Padmanegara [?]
510102/8 <381> Raden Arya Suryodiputro [Panembahan - Tjokronegoro]
511103/8 <381> Radenn Panji Suryodiputro [Panembahan - Tjokronegoro]
512104/8 <381> Raden Panji Gondokusumo [Panembahan - Tjokronegoro]
513105/8 <381> Raden Panji Djoyowinoto [Panembahan - Tjokronegoro]
514106/8 <381> Raden Panji Djoyolengkoro [Panembahan - Tjokronegoro]
515107/8 <381> Raden Panji Djoyosuwargo [Panembahan - Tjokronegoro]
516108/8 <381> Raden Balenggur [Panembahan - Tjokronegoro]
517109/8 <381> Raden Saleh [Panembahan - Tjokronegoro]
518110/8 <381> Raden Ayu Adipati Kusumodiningrat [Panembahan - Tjokronegoro]
519111/8 <381> Raden Ayu Demang Puspowidjoyo [Panembahan - Tjokronegoro]
520112/8 <381> Raden Ayu Demang Djaksonegoro [Panembahan - Tjokronegoro]
521113/8 <381> Raden Ayu Mertokusumo [Panembahan - Tjokronegoro]
527114/8 <396> Raden Mas Aryo Kusumowijoyo [Pajang]
528115/8 <397> Muhammad Umar (Penghulu Tuban) [?]
534116/8 <405+53> Bagus Demag [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
536117/8 <405+54> Raden Ayu Resapradja [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
537118/8 <405> Nyai Wiromantri - Wirasaba [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
538119/8 <405> Nyai Wongsonegoro [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
539120/8 <405> Nyai Wangsengrana [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta] 540121/8 <405> Nyai Ajeng Dipoyudo [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
541122/8 <405> Nyai Djaleksana [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
542123/8 <405> Nyai Mertamenggala [Adipati Wirahutama IV - Wirasaba Yogjakarta]
545124/8 <406> Kyai Mursada [?]
547125/8 <409> Rmaa Purbohadingrat [?]
Bupati Semarang
548126/8 <409> RAA Purbaningrat [?]
549127/8 <409> R Sumongadilogo [?]
552128/8 <398+51> Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat [Tjondronegoro IV] 553129/8 <412+86> Kanjeng Bendoro Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II [Mangkunegara] 554130/8 <404> Kanjeng Ratu Kencana / Ratu Mas (Raden Ayu Sukiya/Subiya) [Pakubuwono I] 555131/8 <385+59> 2. Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes. [Amangkurat IV]
556132/8 <385+59> 3. Gusti Raden Ayu Wiradigda [Amangkurat IV]
557133/8 <385+59> 4. Gusti Pangeran Hario Hangabehi. [Amangkurat IV]
558134/8 <385+59> 5. Gusti Pangeran Hario Pamot [Amangkurat IV]
560135/8 <385+59> 7. Gusti Pangeran Hario Danupoyo ? (Gusti Raden Mas Ragu) [Amangkurat IV] 561136/8 <385+63> 9. Gusti Pangeran Hario Hadinagoro. [Amangkurat IV]
563137/8 <385+63> 11. Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho. [Amangkurat IV]
564138/8 <385+59> 13. Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa. [Amangkurat IV]
566139/8 <385+62> 16. Sultan Dandunmatengsari [Amangkurat IV]
Melakukan pemberontakan dan tidak berhasil
567140/8 <385+62> 17. Gusti Raden Ayu Megatsari. [Amangkurat IV]
569141/8 <385+62> 19. Gusti Raden Ayu Pakuningrat. di Sampang [Amangkurat IV]
570142/8 <385+62> 20. Gusti Pangeran Hario Cokronegoro. [Amangkurat IV]
571143/8 <385+62> 21. Gusti Pangeran Hario Silarong. [Amangkurat IV]
572144/8 <385+62> 22. Gusti Pangeran Hario Prangwadono. [Amangkurat IV]
573145/8 <385+62> 23. Gusti Raden Ayu Suryawinata. di Demak [Amangkurat IV]
574146/8 <385+62> 24. Gusti Pangeran Hario Panular. [Amangkurat IV]
575147/8 <385+62> 25. Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo. [Amangkurat IV]
576148/8 <385+62> 26. Gusti Raden Mas Jaka [Amangkurat IV]
Wafat usia muda
577149/8 <385+62> 27. Gusti Raden Ayu Sujonopuro. [Amangkurat IV]
578150/8 <385+62> 28. Gusti Pangeran Hario Dipawinoto. [Amangkurat IV]
579151/8 <385+62> 29. Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I. ? (Bendoro Raden Ayu Tongle) [Amangkurat IV] 582152/8 <416> Kyai Ageng Wiroyudo [Mataram]
586153/8 <402> Raden Ayu Tembelek [Pakubuwono I] 587154/8 <385+63> Pangeran Singosari [Amangkurat IV]
589155/8 <243> Gusti Pangeran Haryo Wiromenggolo / Pangeran Mangkunegoro [Amangkurat III]
591156/8 <243> Raden Ajeng Banuwati ? (Raden Ayu Puspodirojo) [Amangkurat III]
592157/8 <243> Raden Ayu Buminoto [Amangkurat III] 594158/8 <403> Raden Ayu Danupoyo [Pakubuwono I] 595159/8 <403> Raden Ayu Kusumo [Pakubuwono I]
596160/8 <404> Gusti Pangeran Haryo Purboyo II ? (Raden Purwokusumo) [Pakubuwono I] 597161/8 <404> Raden Ayu Gelang [Pakubuwono I] 598162/8 <404> Raden Ajeng Salima ? (Radin Ayu Umpling) [Pakubuwono I] 599163/8 <404> Raden Ayu Notokusumo [Pakubuwono I] 600164/8 <404> Raden Ayu Lumarap [Pakubuwono I]
eured: <152> Ki Adipati Lumarap [?] a. a. 27 Gwengolo 1719
601165/8 <429> Panembahan Tohpralaya [Cirebon]
602166/8 <430> Kyai Niti Manggolo (Kyai Kerti Manggolo I) [Brawijaya V]
603167/8 <411+83> 9. Raden Bagus Wongsodikromo [Arungbinang]
604168/8 <411+81> Raden Honggodirdjo [Arungbinang] 605169/8 <411+81> Raden Ayu Abdulsalam [Arungbinang]
606170/8 <411+81> Raden Ayu Kromowidjojo [Arungbinang]
607171/8 <411+81> Raden Ayu Blitar [Arungbinang]
608172/8 <411+82> Raden Wongsodirdjo / Raden Tumenggung Arungbinang II [Arungbinang]
609173/8 <411+82> Mas Ajeng Wongsodiwiryo [Arungbinang]
610174/8 <411+82> Mas Ajeng Soerodiwiryo [Arungbinang]
611175/8 <411+82> Raden Ayu Wonoyudo [Arungbinang]
612176/8 <411+84> Raden Bagus Klantung [Arungbinang]
613177/8 <411+84> Raden Bagus Cemeti [Arungbinang]
614178/8 <411+84> Raden Ayu Isbandiyah [Arungbinang]
615179/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.1 Rd. Wangsadipura [Wiradadaha]
616180/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.2 Rd. Kartiyasa [Wiradadaha]
618181/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.6 NR. Ayu [Wiradadaha]
619182/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.7 Rd. Parnajaya [Wiradadaha]
620183/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.8 Rd. Ardimanggala [Wiradadaha]
621184/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.9 Rd. Candradipa [Wiradadaha]
622185/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.10 NM. Dukuh [Wiradadaha]
623186/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.11 RM. Dipayasa [Wiradadaha]
624187/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.12 Rd. Wirandanan [Wiradadaha]
625188/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.13 NR. Gentur [Wiradadaha]
626189/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.14 NR. Katimpal [Wiradadaha]
627190/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.15 Rd. Anggawangsa [Wiradadaha]
628191/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.16 NR. Manggapa [Wiradadaha]
629192/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.17 NR. Pelang [Wiradadaha]
630193/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.18 NR. Partati [Wiradadaha]
631194/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.19 NR. Ajeng [Wiradadaha]
632195/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.20 Rd. Puspawijaya [Wiradadaha]
633196/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.21 Rd. Darpa Tarumamanggala [Wiradadaha]
634197/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.22 Rd. Puspamanggala [Wiradadaha]
635198/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.23 Rd. Kartadipa [Wiradadaha]
636199/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.24 Rd. Wangsataruna [Wiradadaha]
637200/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.25 NR. Jampang [Wiradadaha]
638201/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.26 NR. Purba [Wiradadaha]
639202/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.27 Rd. Widuri [Wiradadaha]
640203/8 <418+?> 1.1.15.4.5.1.1.28 NR. Sampan [Wiradadaha]
642204/8 <432> Kyai Karto Taruno [Brawijaya V] 643205/8 <433> Lord (Raden) Tumenggung Jayaningrat [Jayaningrat]
644206/8 <434+89> Kanjeng Raden Tumenggung Kertayuda II [Kertayuda]
645207/8 <434+89> Raden Ayu Purwawijaya [Purwawijaya]
646208/8 <435> Raden Ngabehi Kertowijoyo [Yudanegara I]
647209/8 <436> Kanjeng Adipati Wironegoro III [Amangkurat I]
648210/8 <435> Raden Ngabehi Kertodikoro [Yudanegara I]
649211/8 <403> Ψ Mangkubuwono I [?]
650212/8 <427+?> Raden Tumenggung Prawirosentiko 2 [Mataram] 651213/8 <438+90> Kiai Muhammad Sholeh, KHR [?]
652214/8 <438+90> Nyai Aminah [?]
653215/8 <438+90> Raden Ayu Shofiyyah [?]
654216/8 <438+90> Raden Syamsuri [?]
655217/8 <438+90> Raden Nashuha [?]
656218/8 <438+90> Raden Muhammad Sufyan [?]
657219/8 <243> R. Mas Rahmat [Amangkurat III]
658220/8 <243> R. Mas Rangin [Amangkurat III]
659221/8 <243> R. Mas Purbokoro [Amangkurat III]
660222/8 <243> R. Mas Kertonegoro [Amangkurat III]
661223/8 <243> R. Mas Usman [Amangkurat III]
662224/8 <243> R. Ngt. Sarah [Amangkurat III]
663225/8 <243> R. Ayu Asikah [Amangkurat III]
664226/8 <243> R. Ayu (Kembar) [Amangkurat III]
665227/8 <243> Gusti Pangeran Haryo Sumedang [Amangkurat III]
Views
Ostilhoù personel
Enklask araokaet